•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

7. I'm Sorry

Hari Senin yang membosankan kembali menerpa. 
Hari dimana aku harus bangun lebih pagi dari orang lain dan sampai ke kampus untuk mengurus kebun.
Kantuk yang menyerangku sepanjang perjalanan membuatku tidak mampu membuka mata dengan sempurna.
Untung saja aku tersadar tepat di depan halte kampus dan turun di saat yang tepat.


Sampai di kebun belakang, aku menggemburkan tanah dan menyiram tanaman satu persatu.
Aku menyukai suasana pagi yang tenang seperti ini. 
Rasanya seperti bukan berada di kota besar.


"Hari ini....ngurus bunga lagi?" 


Aku menoleh dengan jantung yang hampir lompat dari tempatnya.
Ya... siapa lagi kalau bukan orang yang tidak ingin kutemui.


"2 Minggu lalu, kita juga ketemu di sini ya." Alex berkata kepada dirinya sendiri.


"Ya...dan gue berharap itu nggak pernah terjadi." Aku bergumam sepelan mungkin.


"Eva...boleh kita ngobrol?"


"Hm...ngobrol? Ya uda elo tanya aja, ntar gue jawab. Ngapain pake ijin segala?"


"Karena...gue pingin ngobrol dengan Eva yang pertama gue kenal. Bukan dengan Eva yang selama 2 minggu ini sengaja ngindarin gue."


Aku terkejut dengan peryataannya. 
Jadi, ternyata dia sadar bahwa selama ini aku menghindarinya?
Aku menggigit bibir dan mempertimbangkan situasi.
Akhirnya kuletakkan sekop di meja kemudian aku duduk di bangku panjang yang ada di sana.


Alex duduk agak jauh di sebelahku.
Dia menatap langit, kemudian menghela nafas panjang.
Seperti banyak berbeban pikiran.


"Pertama...gue masih utang maaf ke elo..." dia berdeham. "Meskipun kejadian ini udah kadaluarsa dari minggu lalu, tapi gue belom tenang kalo belom dimaafin."


Dalam hati, aku tertawa sendiri. 
Kadaluarsa? Baru kali ini aku mendengar istilah expired untuk kejadian buruk.
Tapi memang sih, kalau kupikir - pikir.
Aku terlalu lama marah kepada Alex untuk kejadian sepele.
Toh Yella sudah meminta maaf padaku.


"Jadi...apa gue dimaafin?" dia bertanya pelan.


"Iya. Gue maafin. Yella juga udah minta maaf kok." 


"Nah...kalo begini kan minimal gue bisa tidur tenang." dia berkata dengan senyumnya yang khas.


"Emangnya dari kemarin tidur lo nggak tenang?"


"Enggak. Hampir tiap tengah malem rasanya panas...trus gatel - gatel...wah pokoknya parah deh!"


"Hah??? Masa? Kok bisa?" gantian aku yang kaget.


"Soalnya lagi sering mati lampu kan? Biasa lah PLN... Udah gitu pas mati lampu, nyamuknya banyakkk..."


Aku memukul bahunya pelan.


"Ih, rese'. Nggak ada hubungannya tau!"


Kemudian dia tertawa terbahak - bahak


"Hahaha...lagian kata - kata gue dicerna gitu aja. Maksudnya tidur nggak tenang kan, batin gue nggak nyaman. Tapi pas tidur mah nggak ngerasa apa - apa."


"Jadi...minta maafnya nggak sungguh - sungguh dong? Ngerasa bersalahnya nggak sampe kebawa mimpi dong?" aku sok ngambek.


"Ooo...jadi elo lebih seneng gue tidur sambil ngigo - ngigo trus nangis - nangis?"


"Ih...lebay. Nggak gitu juga." 


Kemudian aku tertawa membayangkan kalimatnya.
Ya...ngobrol bersama Alex memang selalu menyenangkan.
Setiap gerak geriknya, caranya membuatku merasa nyaman tanpa memaksa.
Tutur katanya yang diiringi tawa kecil membuatku mau tidak mau ikut tersenyum.
Keinginanku untuk menjaga jarak darinya mendadak hilang entah kemana.


Kami ngobrol lumayan lama. 
Dia bercerita tentang anjingnya yang bernama Miffy, dan ternyata dari yang kudengar ternyata dia pecinta hewan.
Dia juga berjanji akan memberikan anak anjing padaku kalau Miffy melahirkan.


Tanpa terasa sudah hampir waktunya aku masuk kelas. 
Aku melambaikan tangan dan pamit padanya. 
Dia pun harus melanjutkan latihan sepakbola bersama anak satu unitnya.


"Oh...by the way. Walau udah lewat beberapa hari...Happy Birthday ya." kataku kepada Alex sebelum pergi.


"Thanks..." dia menjawab dengan senyuman sejuta watt darinya.


Aku masuk ke dalam kelas dan langsung duduk di tempatku biasa dengan Frey.
Dia sudah datang lebih pagi daripada aku.


"Hi...morning Eva." Dia menyapa dengan khas.


"Hi Frey...hari ini kita ada tugas gak si?" aku membuka agenda tugas kuliahan.


"Hmm...hari ini tugas studio. Jadi nggak dibawa ke rumah. Tapi untuk besok ada Nirmana..."


"Oh...damn! Gue belom bikin apa - apa..." aku baru teringat pada tugas yang paling tidak kusukai, melukis gradasi dengan cat poster.


"Punya gue udah selesai...hehehe..." dia tertawa terkekeh - kekeh. "Dibantuin Martin."


"Aih...curang...Martin kan' banyak tugas di arsitek...mesti bikin tekno plus maket. Kasian tau, jangan ngerepotin dia..." aku menyarankan.


"That's my boyfriend. Sesibuk apapun, slalu ada buat pacarnya. Makanya, elo juga cari pacar dong..." Frey lagi - lagi membujukku.


"Oh, please. Not about this again..."


"Hm...tapi waktu kemarin ke bioskop, ada yang ngaku pacaran tuh..." Frey meledek.


"Hei...itu gara - gara elo! Sejak SMA udah tau Martin posesifnya mendarah daging. Masih aja suka iseng.." aku cemberut. "Lagian, kenapa mesti Lexi sih?"


"Gini, gue belom sempet jelasin ke elo. Waktu itu...hari ultahnya." Frey membetulkan posisi duduknya. "Dia minta tolong ke gue untuk ngasih tau elo tentang hal itu."


"Hah? Kok bisa? Terus untungnya apa buat gue kalo' tau itu ultahnya?"


"Hmm...awalnya sih gue juga ogah bantuin. Soalnya gue tau elo lagi ngindarin dia. Tapi, dia itu kasian lho..."


"Kasian kenapa?" lagi - lagi aku bertanya.


"Dia ngerasa sifat elo yang jutek tapi perhatian itu, mirip banget sama nyokapnya yang udah pergi..."


Aku terdiam seribu bahasa.


"Pergi kemana?"


"Bokap nyokapnya udah cerai. Dia ditinggal nyokapnya keluar negri dan udah hampir 15 taun nggak ketemu. Makanya dia pingin rayain ultah bareng elo karena ngingetin dia sama nyokapnya..."


"Oh...shit." Aku bergumam sepelan mungkin.


Jadi, apa yang dikatakan Lexi waktu itu memang nggak salah sama sekali.
Dia memang tidak menyebutkan bahwa mamanya sudah meninggal. 
Dia mengucapkan dengan jelas bahwa mamanya sudah nggak ada di sini.
Dan aku...dengan bodohnya...langsung menarik kesimpulan dengan asal.


Aku langsung panik dan meletakkan kepalaku di meja.


"Frey...i did a STUPID thing. Gue ngerasa bersalah banget..."


"Ya minta maaf lah..." Frey menyarankan dengan enteng.


"Seandainya maaf begitu gampang...buat apa ada..."


"Polisi?" Frey menyambung mengikuti kalimat di salah satu drama taiwan yang pernah kuikuti.


"Bukan. Lebih parah dari itu; Penjara." kuralat.


Astaga....perasaan menyesal ini benar - benar tidak enak. 
Uhh....seandainya Lexi bisa mendengar telepati,
Aku ingin bilang saat ini juga.


I'm Sorry...

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-