•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

4. Unexpected Guest

Hari ini tidak ada kuliah. Aku melirik kalender yang menunjukkan hari Rabu.
Aku bangkit dari ranjang dan pergi mandi.
Kejadian kemarin masih membekas jelas di otakku.


Setelah kupikir - pikir, tidak seharusnya aku marah pada Alex.
Tapi aku memang orang yang seperti itu.
Aku tidak ingin berhubungan dengan orang yang kuanggap 'mengancam' ketenangan hidupku.
Dengan masih berhubungan dengan Alex, berarti nantinya akan ada 'baku tembak' berikutnya dengan Yella.
Maka dari itu, hal terbaik yang bisa kulakukan adalah menjauhi Alex.


Handphoneku berdering dan menampilkan nama Frey di layarnya.
Kuangkat dengan suara yang masih serak di pagi hari.


"Ya...Frey?"


"Eva...hari ini gue mau ke rumah elo boleh gak? Gue enggak ada kuliah."


Aku merenyitkan dahi. 


"Ngapain minta ijin? Dateng ya dateng aja kayak biasanya."


"Tapi...gue enggak sendirian..."


"Mau bawa 1 RT juga boleh. Sama gue aja pake sungkan. Entar dateng masuk aja kayak biasa. Gue mau sarapan dulu ya."


Kemudian aku menutup telpon dan turun ke bawah untuk sarapan.
Kupanggang roti sambil menggoreng telor ceplok untuk 2 orang.
Syukurlah Frey datang hari ini. Setidaknya tidak akan terasa membosankan melewati hari libur seperti ini.
Rencanaku nanti berdua dengan Frey mengerjakan tugas Desain yang akan dikumpulkan lusa.


Terdengar suara pintu pagarku terbuka.
Kubawa 2 piring roti dan sekotak susu ke meja makan.


"Frey...sini sekalian sarapan..." ajakku padanya saat dia muncul di pintu.


Saat aku menoleh ke pintu, aku menaikkan alis karena terkejut.
Tampaklah cowok yang sedang menenteng helm tersenyum padaku.


"Permisi...gue boleh masuk?" Dia bertanya padaku.


Dari belakangnya muncul Frey yang baru selesai membuka sepatu kemudian menghampiriku.
Dengan cepat, kuletakkan piring berisi roti dan menggiring Frey ke dapur.


"Kok elo ngajak Alex? Kemarin kan elo liat sendiri gue bonyok gara - gara ceweknya!" 


"Itu Lexi kok." Jawab Frey enteng. "Gue kan udah bilang bakal ngajak orang..."


Aku menepuk dahi karena kebodohanku sendiri. Harusnya tadi kutanyakan dulu siapa yang akan datang.
Kulirik cowok yang sedang celingukan di ruang tamu. Kuamati memar di pipinya.
Memang itu Lexi.


Aku menghela nafas panjang kemudian mengangguk pasrah.
Aku berjalan ke ruang tamu dan menatap 'tamu tidak diundang' itu.


"Mau ikut sarapan gak?" aku menawarkan.


"Gue nggak bisa makan kalo bukan dimasak koki." Jawabnya enteng.


Aku menyipitkan mata. Sudah kuduga pasti kedatangan mahluk yang satu ini akan memancing emosiku hingga ke ubun - ubun.
Belum sampai 10 menit dia ada di sini, aku sudah kesal dengan jawabannya yang belagu itu.


"Oh, yauda. Gak usah ngiler liat kita sarapan ya." balasku jutek.


"Eh, tunggu. Gue cuma bercanda kali. Iya, gue mau kok." dia menahanku dengan cepat.


"Satu...bercanda lo jayus. Dua, gue udah gak mood masakin elo. Sono kalo mau ke dapur sendiri bikin sarapan. Tapi abis itu dicuci bersih peralatannya. Kasian embak gue mesti nyuci bekas elo masak."


Aku melenggang ke meja makan dan meninggalkan sosoknya yang membatu sambil manyun di ruang tamu.
Frey cuma tersenyum geli melihat pertengkaran kami.
Frey memang tahu kepribadianku dengan jelas.
Aku paling tidak suka diperlakukan dengan tidak baik oleh orang yang kuperlakukan dengan baik.
Dengan kata lain, aku tidak suka pepatah 'air susu dibalas air tuba'.


Aku duduk dan mengunyah roti bakar isi telur. Frey juga duduk di sebelahku sambil makan.


"So...what brings you here today with HIM?" tanyaku kepada Frey dengan nada setengah ditekan.


Lexi yang ikut bergabung di meja bersama roti tawar dan selai coklat di tangannya kemudian menatap Frey menginisialkan untuk cerita.


"Uhm...." Frey mulai bergumam sambil tertawa cekikikan dan saling pandang dengan Lexi.


Aku jadi bingung sendiri. Kemudian Lexi berdeham, mengawali ceritanya.


"Yup.... tadi pas gue mau pulang, Yella udah nungguin di gerbang parkir."


"Nungguin?" tanyaku memotong. "Maksud elo dari pagi berdiri di tempat yang sama....?"


"Yah, dia kira gue Alex gitu. Eh, dia nekat narik tangan gue. Spontan gue nepis tangan dia. Abis itu gue damprat. Soalnya dia udah kayak gitu ke elo...gue paling nggak suka cewek macem dia."


"Gue yang ngeliat dari jauh juga kasian sih, abisnya Yella langsung nangis di tempat gitu." Frey menambahkan.


Aku menatap Lexi. Kemudian nada suaraku kuturunkan sepelan mungkin.


"Lex,... lo gak bole gitu lah. Gue tau, dia emang salah. Gue juga makasih lo udah ngebelain gue. Tapi, dia kan cuma salah orang. Masalah ini antara gue, dia, dan Alex. Enggak ada hubungannya sama elo..."


Lexi langsung tampak kesal. Ia kemudian membuang wajah.


"Jadi, maksud lo, yang boleh kasar sama Yella cuman Alex, gitu? Yang boleh marah karena belain lo, Cuma Alex?! Alex, Alex, Alex melulu! Apa sedikitpun lo gak pernah mikirin gue?! Apa karena gue nggak ada hubungan apa - apa sama lo?!" tiba - tiba nada suaranya jadi tinggi.


Aku menatapnya tercengang. 
Frey pun diam seribu bahasa.  
Lexi mengambil tasnya kemudian berjalan keluar rumah, menyalakan motor, dan pulang.


"Dasar orang aneh." aku bergumam dengan cepat. "Emangnya ada yang salah dari kata - kata gue barusan?" tanyaku kepada Frey.


"Maaf Eva...gara - gara gue nganter dia ke sini, suasana jadi nggak enak." Frey meminta maaf.


"Enggak, elo gak salah kok. Gue pun nggak masalah sebenernya dia dateng kemari. Tapi heran aja. Tu orang kepribadiannya jelek banget."


Kami berdua menyelesaikan sarapan kemudian naik ke kamarku.
Kubiarkan Frey mengutak atik komputerku sementara aku berbaring di atas ranjang.
Kutatap langit - langit kamarku. Sambil memikirkan kalimatku tadi.
Maksudku bukan ingin menyinggung perasaan Lexi. 
Apakah tadi aku terkesan sok menasehati?


Aku berguling ke kiri dan ke kanan. 
Memikirkan kejadian tadi membuatku pusing. 
Kenapa dia minta dipikirkan? 
Mungkin kah.... dia merasa kesepian? 
Ataukah hubungannya dengan Alex tidak terlalu baik, sehingga ia tidak suka aku membicarakan Alex di depannya?


Namun, di hadapanku, mereka tampak normal - normal saja. 
Setelah cukup pusing memikirkan maksud kata - kata Lexi tadi, kuputuskan untuk melupakannya saja.
Sepertinya bukan hanya Alex yang membuatku mengalami kejadian apes.
Ya,...mulai sekarang aku harus menghindari si kembar aneh itu.

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-