•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

1. Single = Happy

Aku memandang awan di langit yang bergerak pelan. 
Angin sepoi - sepoi menerpa wajahku. 
Aku merasa terbuai oleh angin yang seakan meninabobokanku. 
Aku memutuskan untuk naik ke kamar dan berbaring di atas ranjang. 
Sore ini sangat membosankan. 
Teringat hari sudah semakin sore, kuraih kerah kaos yang sedang kupakai.


"Bau apek." Aku bergumam.


Aku bangkit dari tempat tidur. 
Aku masuk ke kamar mandi dan mulai menyikat gigi. 
Setelah itu, aku mencuci muka. 
Air yang dingin menyentuh kulitku. 
Kutatap wajahku sejenak di depan cermin. 
Aku tersenyum.


"Kamu cantik, yah?" kataku sendiri "Imut banget!"


"Lagi gila, Va?" tanya Mbak Ti dari pintu.


Aku terperanjat dan menoleh dengan cepat.


"Kalo masuk, ketok pintu dulu mbak!" kataku agak sebal padanya. "Kalo Eva lagi mandi, gimana?"


"Salah sendiri nggak ngunci pintu. Mbak mau ngambil baju kotor." Katanya sambil cekikikan.


"Itu dia, ada di belakang pintu." Kataku sambil menunjuk keranjang yang terbuat dari kayu dan berisi baju kotorku. "Kalo udah, cepet keluar."


"Nggak mau dimandiin aja?"


"Yee, emangnya Eva masi bayi?"


Mbak Ti melenggang keluar. 
Umurnya hanya berbeda 2 tahun dariku. 
Ia berumur 20 tahun. 
Papa menyuruhku untuk memanggilnya dengan sebutan ‘mbak’. 
Katanya lebih sopan. 
Yang aku benci, karena umur kami tidak berbeda jauh, papa sering membandingkan dengannya. 
Papa selalu bilang bahwa aku seharusnya rajin dan pandai mengurus rumah seperti mbak Ti. 
Namun pada kenyataannya, hobiku tidak jauh dari bermain game dan bersantai. 
Kurasa, tidak terlalu salah juga bila papa sering sebal karena aku terkesan manja.


Aku kemudian mandi sore. 
Di kamar mandiku terdapat sebuah cermin setinggi 1,5 meter yang terpaku di dinding. 
Kupandangi tubuhku di cermin. 
Tinggiku sekarang sudah mencapai 164 cm. 
Rambutku pun panjangnya sudah sebahu. 
Bulan lalu, rambutku kupotong bob. 


Selesai mandi, aku membalut tubuh dengan handuk kemudian berpakaian. 
Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. 
Aku melirik jam dinding yang berputar tanpa bosannya. 
Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga. 
Saat melirik ke depan kulkas, tempat dimana biasa ada catatan kecil ditempelkan, ada pesan singkat di sana : 


"Papa tugas dinas beberapa hari. Jangan lupa nanti makan dan belajar. Uang jajan papa taruh di laci."


Aku hanya bisa menghela nafas. 
Mamaku, memang sudah meninggal. 
Ia meninggal beberapa saat setelah melahirkanku. 
Papa setiap hari hanya bekerja keras tanpa memperdulikan aku, anak satu - satunya. 
Ia hanya memberiku uang setiap hari untuk kugunakan secara berlebihan. 
Mungkin aku hanya bertemu dengannya seminggu sekali. 


Kemanapun aku pergi, ia tidak peduli. 
Sampai jam berapa pun, ia tidak akan mengomel. 
Yang penting nilaiku harus menduduki peringkat 5 besar setiap pengambilan rapot akhir. 
Pesan ini pun aku yakin tadi siang sebelum pergi diberikan papa lewat telpon yang kemudian dicatat oleh mbak Ti.


Dengan langkah kesal, aku menuju ruang tamu dan berbaring di atas sofa yang empuk. 
Rasa kantuk datang di tengah badai kebosanan ini.


"Bosaaaan!!!" teriakku.


Aku meraih gagang telpon, lalu menelpon Frey. 
Setelah menunggu selama 40 detik, tidak ada tanggapan. 
Dengan kecewa, aku menutup telepon dan menyalakan TV. 
Tepat setelah itu, perutku berbunyi dengan indahnya. 
Aku keroncongan.


Aku berjalan menuju dapur kemudian mengeluarkan 2 butir telur dari kulkas. 
Kucampur beberapa bumbu penyedap, garam, dan daun bawang. 
Akan kumasak menu kesukaanku : omelette. 
Wangi omelette menyebar ke seluruh dapur. 
Warna kuning kecoklatan berhiaskan hijau segar mengguncang perutku untuk berbunyi lebih jauh lagi. 


Aku membawa piring tersebut ke kamar, tempatku biasa makan sendirian. 
Sekarang ini malam minggu. 
Banyak pasangan - pasangan yang pergi ke mall untuk kencan pastinya. 
Tapi, tampaknya hanya aku yang kencan dengan komputer. 


Mengapa aku masih jomblo? 
Mungkin itu pertanyaan yang bagus. 
Pertama, karena menurutku cowok itu nggak harus ada untuk dipacari. 
Well, setidaknya bukan sekarang. 
Aku baru 18 tahun, baru semester kedua di kuliahan. 
Masih banyak hal yang lebih penting yang harus kulakukan selain sms-an dengan pacar sepanjang hari, pergi kemana - mana dengan pacar, bahkan kudengar ada yang belanja pakaian dalam dengan pacarnya! Menjijikkan. 


Buatku, suatu hari nanti hanya ada 2 alasan untuk mulai pacaran : 
Pertama, kalau Cowok itu sangat super keren, baik hati, sopan, tahu tata krama, gentleman, kepintaran dan segalanya lebih di atasku. 
(hehehe bukan sombong lho, tapi boleh kan kita punya standar kualitas?). 
Yang kedua : Papa sudah putus asa karena nggak pernah melihatku punya pasangan dan mengira aku lesbi, sehingga menggiringku ke dukun ternama untuk diberi pencerahan. 
Untuk mencegah hal konyol nomor dua itu, mau nggak mau aku harus punya pacar, ya kan?

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-