•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

13. Kerennya Pacarku

Aku sedang berjalan dengan Frey menuju ke kelas saat handphoneku berdering.
Waktu baru menunjukkan pukul 8 kurang.
Siapa yang menelponku pagi begini?
Ternyata...lagi - lagi Lexi.

"Kenapa?" tanyaku tanpa basa basi saat mengangkat telpon.

"Lagi kelas ya?"

"Ehmm...belom masuk sih. Sebentar lagi masuk. Kenapa emang?" aku bertanya.

"Gedung desain yang mana sih? Gedung C?"

"Iya. Gedung yang di belakang itu. Gabung gedung teknik." aku menjawab sambil memelankan jalanku.

"Ya udah, bentar tunggu di depan lift. Gue kesana."

Lexi menutup telpon darinya.
Aku melongo mendengar kalimat terakhir darinya.

"Lexi mau kesini." kataku pada Frey.

"Wah, udah kayak pacaran beneran lo." Frey meledekku sambil menyenggol dengan sikutnya.

"Ih, apaan sih." aku berkelit. "Palingan dia cuma mau ngajak ribut pagi - pagi."

Kami berdua berjalan ke depan lift dan berdiri menunggu Lexi.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 8 dan Lexi belum juga muncul.
Apakah harus kutinggal saja?

"Eva. Lama ya?" kata Lexi yang muncul sambil terengah - engah.

"Hai Lexi." Frey menyapa. "Pagi - pagi udah kangen Eva nih?"

"Iya nih, gue kangen si bulet." dia menjawab sambil nyengir.

"Hus. Jaga kelakuan. Frey udah tau kok, kita cuma pura - pura jadian." aku memecahkan suasana yang semakin aneh ini.

"Udah si, jadiin beneran aja?" Frey mengompori.

Aku memutar bola mata dan mengabaikan kata - kata Frey barusan.

"Ada perlu apa? Gue hampir telat masuk kelas." aku bertanya to the point.

"Gue hari ini ikut elo kelas. Dosen gue nggak masuk hari ini." Dia menjawab dengan santai.

"Ikut kelas? Nggak ada kerjaan lain yang lebih penting? Entar kalo ketauan gimana?" responku heboh.

"Nggak bakal ketauan. Gue udah sering ikut kelas orang lain kok. Lagian, emang gue lagi bosen di rumah sendirian."

"Temen - temen elo kemana?" aku bertanya dan mencarikan solusi untuknya.

Dia cuma menggeleng tanpa arti.
Akhirnya aku pasrah dan membuka pintu lift.
Kami  bertiga menuju lantai 5 untuk masuk ke dalam kelas.
Hari ini adalah pelajaran Desain Dasar, yang biasanya diisi praktek menggambar.

Aku masuk ke dalam kelas dan mengambil posisi bangku yang biasa kutempati.
Lexi dengan tenangnya duduk di sebelahku, diantara aku dan Frey.

"Ngapain duduk di sini? Jangan diantara gue sama Frey dong." aku menunjuk bangku lain.

"Salah, justru mestinya elo yang diantara kita berdua, Va." Frey bangkit kemudian duduk di sebelah kananku.

Jadilah aku duduk diantara mereka berdua.
Aku memasang tampang 'sesuka kalian saja' kemudian mengambil posisi senyaman mungkin.
Dosen yang kutunggu belum datang.
Itu artinya, aku masih punya waktu untuk beristirahat di ruang yang nyaman ber-AC ini.

"Kok tidur sih?" Lexi menepuk lenganku.

"Bawel. Gue ngantuk." Aku menjawab tanpa mengangkat kepala.

"Yaudah, bobo yang nyenyak ya." Lexi mengelus kepalaku.

"Apaan sih, megang - megang kepala gue." Aku menyingkirkan tangannya dari rambutku.

"Katanya ngantuk, tapi sewotnya tetep aja jadi." Lexi tertawa menanggapiku.

Semalam aku memang kurang tidur.
Penyebabnya? Acara sms tanpa henti bersama Lexi.
Ya, dia juga penyebabku hari ini bangun dengan kantong mata yang lebih tebal dari sebelumnya,
Juga dengan punggung pegal karena masih mengantuk.

Kuacuhkan Lexi yang masih cengengesan seperti orang bodoh.
Kuambil lagi posisi nyaman dan memejamkan mata.
Entah siapa yang merancang suasana kelas ini.
Seakan meninabobokanku.

"Eva....Va,..." terdengar suara samar - samar memanggilku.

Aku membuka mata perlahan.
Mengapa yang kulihat adalah langit - langit?
Kutengok sedikit ke kanan, mengapa deretan kancing?
Aku membuka mata selebar - lebarnya.
Tampak wajah Lexi sedang menatapku.

"Akhirnya bangun juga nih orang." kata Frey sambil menepuk lututku.

Aku langsung mengambil posisi duduk secepat kilat.

"Gue...ketiduran!?" aku terkejut.

Frey tertawa di sampingku.

"Iya, kita nggak ada dosen ternyata. Yang laen udah pada keluar."

Aku menepuk dahiku sendiri.
Rasanya baru 5 menit aku memejamkan mata, ternyata sudah setengah jam berlalu.
Peraturan di kampusku memang jika setengah jam dosen tidak datang, mahasiswa boleh pulang.

"Terus, kok gue bisa tidur di pangkuan dia?" aku setengah berbisik ke Frey.

"Elo tidurnya nggak bener gitu, tau - tau jatoh ke samping. Ya ditahan sama dia. Jadilah elo tidur di pangkuan dia. Kasian dia nggak bisa gerak, bangun, apalagi ke WC. Takut elo kebangun." Frey menjelaskan.

Okey, kalau ada kontes 'kejadian paling memalukan di bulan Oktober' kurasa aku akan menang juara pertama.
Bagaimana tidak, aku ketiduran dengan pulasnya di dalam kelas,
Aku tidak sadar sudah tertidur di pangkuan Lexi,
Dan lebih parahnya dia pasti melihat wajah jelekku yang sedang tertidur!

Rasa malu ini seolah menyita seluruh bagian otakku.
Aku tidak berani menatap Lexi yang pasti bersiap untuk meledekku dengan 1001 cara.
Mulai dari caraku tertidur, gaya tidurku, sampai kemampuanku untuk tertidur lelap kurang dari 5 menit.
Apakah aku mendengkur?
Jika iya, lebih tamatlah riwayatku!

"Yuk kita ke kelas berikutnya. Masih ada?" Lexi bertanya sambil bangkit berdiri dan meraih tasnya.

Aku menoleh padanya dan merapikan rambutku yang setengah acak - acakan.

"Udah nggak ada. Tapi sekarang baru jam 9. Tanggung kalo balik" Aku menjawab pelan.

"Udah pada sarapan? Makan dulu yuk di kantin." Lexi mengajak sambil berjalan keluar pintu.

Saat Lexi menghilang di balik pintu, saat itu juga Frey menarik bajuku ke belakang.

"Dia keren banget tadi. Asli Va, gentleman!" Frey memuji dengan excited.

"Apaan gentleman? Ga ngerti...." aku menjawab dengan sayu.

"Tau nggak sih, tadi waktu elo tidur di pangkuan dia, nggak berenti - berenti dia ngelus rambut elo. Terus waktu rada dingin gitu dia nutupin hembusan AC ke arah lo pake jaketnya dia."

"Tapi gue bangun barusan nggak pake jaket." aku mencoba menyangkal.

"Begitu anak - anak tau nggak ada dosen kan' AC dimatiin. Jadi lo nggak kedinginan lagi. Udah ah, pokoknya cuma 1 kata buat dia : Perfect!"

Frey melenggang keluar dan meninggalkanku sendiri di kelas.
Aku menyentuh kepalaku sendiri.
Benarkah sedari tadi dia mengelus kepalaku, seperti yang diceritakan Frey?
Untuk apa?
Entahlah...aku tidak ingin memikirkannya.

Aku menyusul mereka berdua dan kami jalan ke kantin.
Aku memesan nasi goreng di tempat favoritku, sementara Frey memesan spagetti.
Aku menoleh pada Lexi yang celingukan.

"Elo nggak makan?" aku bertanya.

"Bingung gue mao makan apa."

"Pecel ayam aja, enak kok di sini." aku menyarankan.

"Ribet ntar mesti cuci tangan segala."

"Huu...dasar anak manja. Takut tangannya kotor." aku mencibir.

"Bukan, ntar wangi shampo elo ilang dong?" dia menjawab sambil nyengir lebar.

"Ih...geli lo ah. Nge gombal mulu 24 jem."

Frey kemudian berdeham sambil melirik kami berdua.
Kami? Hmm...kusebut saja Aku dan Lexi.

"Baru pertama kalinya gue jadi nyamuk."  Frey tertawa.

Aku memutar bola mata dan mengabaikan ledekan dari Frey.
Aku menyantap nasi goreng yang baru saja datang.
Sepanjang makan, entah mengapa suasana diantara kami bertiga ada yang aneh.
Aku jadi tidak bisa makan dengan nyaman.
Bahkan kadang aku yang semula meletakkan sikut di meja, berusaha untuk tidak melakukannya.

Aku kuatir apakah makanku celemotan.
Dan kupastikan tidak ada sebutir nasipun yang jatuh ke meja.
Ya...rasanya ada yang aneh.

Seusai makan, aku berjalan menuju perpustakaan bersama Frey dan Lexi.
Aku dan Frey memang sering menghabiskan waktu sekedar membaca buku di sini.
Selain dekorasi perpustakaan yang super keren,
Suasananya pun sangat nyaman.

Perpustakaan yang terdiri dari 2 lantai itu sangat jauh dari kesan 'membosankan'.
Bahkan di lantai 3nya terdapat sebuah kafe mini.
Bisa dibayangkan kan, mengapa aku dan Frey hobi menghabiskan waktu di sini?

Aku menunjukkan kartu mahasiswa untuk di scan barcodenya.
Kemudian kami bertiga masuk ke dalam perpustakaan.
Aku meraih sebuah buku dari rak kumpulan cerita.
Kumpulan cerita berbahasa inggris yang berjudul "Letters from Heaven".

Frey memilih buku tentang desain interior,
dan Lexi...astaga! Dia memilih buku tentang manusia purba.
Aku hanya melirik dengan tatapan aneh saat dia menarik buku itu keluar dari rak.

Kami naik ke lantai 3 dan mengambil posisi duduk paling pojok.
Karena kafe ini berdinding kaca, kami bisa melihat mobil yang lewat di bawah.
Aku memesan caramel frappe.

Kubuka halaman pertama buku yang kuambil.
Hmm...sepertinya cerita yang kuambil tidak terlalu menarik.
Padahal kupikir akan berisi cerita yang mengesankan.
Ternyata hanya filsafat dan kumpulan kutipan kata - kata bijak.

Kulirik Lexi yang membalik - balik halaman ensiklopedi tentang jaman purba.
Dia mengamati evolusi manusia yang semula mirip monyet hingga berdiri tegap.

"Hobi sejarah?" aku membuka pembicaraan.

"Enggak. Gue cuma iseng doang. Kayaknya nggak percaya gue yang ganteng begini dulunya monyet." dia menjawab dengan asal.

Aku cemberut dan menyesal telah mencoba beramah - tamah padanya.

"Eh, liat deh. Ada yang mirip elo. Monyong bibirnya." dia menunjukkan padaku sambil tertawa cengengesan.

"Itu mah mirip elo. Kakinya panjang tapi tangannya pendek." aku membalas. "Biasanya orang yang tangannya pendek, lidahnya juga pendek."

"Emang pernah nyobain lidah gue?"

Suasana diantara kami bertiga hening.
Frey diam - diam mengangkat kepalanya dari balik buku interiornya.

"Kalian...udah sejauh itu?" Frey menyelidiki.

"Astaga. Jangan gila dong. Maksud gue lidah pendek tuh orangnya bawel, nyerocos terus, ngomong nggak pake rem. Gitu - gitu." aku menjelaskan panjang lebar. "Bukan berarti gue nyobain..."

"Salting, Va?" Frey menambahkan melihat tingkahku yang gelagapan.

Ya,...dan dengan suksesnya wajahku memerah, pemirsa.
Aku salting!
Keterlaluan! Sejak kapan Frey bersekongkol dengan Lexi ikut mengolok - olokku?
Mereka berdua tersenyum puas, bahkan saling high-five.

Setelah acara membaca yang hening selama setengah jam, aku memutuskan untuk pulang saja.
Jika berada lebih lama diantara mereka berdua, tidak menutup kemungkinan aku akan diolok - olok lagi.
Kami bertiga meninggalkan perpustakaan dan berjalan ke pintu gerbang.

Aku dan Frey masuk ke toilet sejenak sebelum pulang.
Lexi menunggu di lorong menuju toilet.
Aku mencuci tangan di wastafel dan merapikan rambutku.

"Eva....i want to ask you something." Frey bertanya padaku. "Elo yakin nggak ada perasaan apapun ke Lexi?"

"Nggak ada." aku menjawab dengan cepat dan setegas mungkin.

"Tapi...gue nggak pernah ngeliat elo kayak gini sebelomnya. Dan chemistry diantara kalian tu..." kalimat Frey terhenti dan dia berpikir sejenak. "Pokoknya i have a good feeling about this."

"Kalo gitu feeling elo salah. Gue nggak suka sama dia. Elo nggak liat betapa nyebelinnya dia itu? Selalu ngeledek gue, mojokin, narsis, duh,...mana elo ikut - ikutan juga!"

"Semakin banyak elo mungkir, semakin gue yakin elo ada feeling sama dia." Frey menertawakanku.

Kubiarkan Frey berkhayal sesukanya.
Toh Lexi begini hanya untuk berpura - pura jadi 'pacar' yang baik.
Hanya selama seminggu ini kok.
Setelah itu, kehidupanku akan tenang seperti semula.

Aku keluar dari toilet dan melihat Lexi sedang berdiri dikelilingi 3 orang cewek.
Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.

"Adek gue yang di jurusan desain bilang, tadi pagi elo ikut kelas semester 1 ya?" seorang cewek bertanya sambil mendekat. "Cewek itu siapa, Lex? Waktu itu elo nolak gue dengan alesan nggak mau jadian dulu. Taunya sekarang udah ada cewek baru?"

"Saksi mata juga bilang, elo ngelus kepalanya? Tau nggak sih gue sakit hati banget waktu denger itu, Lex?" cewek yang lain ikut buka suara

"Kenapa elo mesti sakit hati?" Lexi bertanya dengan bingung. "Elo bertiga kan bukan cewek gue."

"Ya karena elo nolak kita bertiga, serta cewek - cewek lain. Tu cewek emangnya siapa? Dia lebih baik dari kita bertiga?"

"Dia pacar gue. Gue sayang sama dia. Dan karena gue nolak elo, trus gue nggak boleh punya pacar?" Lexi membela diri.

Entah kenapa aku berdebar - debar mendengar pernyataan Lexi itu.
Dengan suksesnya senyum mengembang di wajahku.
Astaga...apa yang terjadi padaku?

"Tapi elo bilang diantara kita nggak ada yang bisa elo sayang dengan tulus. Elo bilang nggak minat jadian dulu. Makanya kita bertiga mundur!" lagi - lagi cewek itu protes.

"Yang jelas gue nggak bisa sayang ke kalian bertiga....tapi dia yang sekarang itu pacar gue. Dan gue sayang banget sama dia. Bagi gue dia yang terbaik, jauh lebih daripada kalian. Jadi please, gue minta pengertiannya." Lexi berusaha menjelaskan sebijaksana mungkin.

Ketiga cewek itu sepertinya tidak terima atas keputusan dan penjelasan Lexi.
Buktinya dia memojokkan Lexi dengan tatapan seperti hendak menelan Lexi bulat - bulat.
Aku sebal sekali melihat Lexi diperlakukan begitu.
Menurutku, itu sama sekali bukan salahnya.

"Lexi!" aku memanggil.

Spontan, ketiga cewek itu menoleh ke arahku.
Lexi langsung menyeruak diantara ketiga cewek itu dan memegang tanganku.
Dia menuntunku jalan dengan cepat ke arah gerbang.

"Jangan nengok ke belakang. Nanti dia tau muka elo, terus nyari elo."

Aku mengangguk dan mematuhi perintah Lexi.
Kami berjalan secepat mungkin ke gerbang.
Bahkan di tengah jalan, dia menarikku untuk berlari secepat mungkin.
Tapi seolah pemandangan yang kulihat di sekeliling seperti slow motion.
Tanganku dipegang erat oleh Lexi.

Sekilas tampak di kiri dan kanan ada yang menoleh ke arahku dan Lexi.
Ada yang melongo, ada yang cuek, dan ada yang memperhatikan dengan seksama.
Ada yang sedang minum dan menjatuhkan gelasnya.

Err...yang menjatuhkan gelasnya itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian ini.
Dia hanya tersandung trotoar.

Akhirnya kami berdua sampai di halte bis.
Dia terengah - engah, dan aku ngos - ngosan.
Setelah beberapa detik, aku menarik tanganku dari genggaman Lexi.
Aku baru sadar bahwa dia masih memegangnya dengan erat.

"Tadi itu.......siapa sih?" kataku sambil terengah engah.

"Dia....itu....pokoknya nggak penting...." Lexi tidak ingin menjelaskan.

"Makanya....jangan....suka....mainin perasaaan...cewek..."

"Kata siapa...? Gue cuma nolak cewek....yang nggak gue suka. Emangnya salah?"

Aku terdiam dan mencerna kalimat Lexi.
Memang sih, tidak salah apa yang dia lakukan.
Entahlah, aku tidak ingin memikirkannya.
Saat aku menoleh ke halte bis, tetesan air jatuh di kepalaku.

"Waduh, ujan!" aku berseru dengan kaget.

"Bawa payung?" Lexi bertanya.

"Nggak. Aduh, rese' ni halte nggak ada atapnya."

Sementara hujan semakin deras, aku tidak mungkin masuk ke arah dalam lagi.
Tiba - tiba Lexi melepas kemeja bermotif kotak - kotak merah yang dipakainya.
Tenang saja, dia masih memakai t-shirt untuk mendobel kemejanya.
Dia tidak bertelanjang dada, kok!
Dia meletakkan kemeja itu di atas kepalaku.

"Biar nggak masuk angin. Kepalanya ditutup." dia berkata padaku.

Aku mengangguk dan meletakkan tanganku di atas kepalanya.

"Entar elo malah basah dong?"

"Gue bentar lagi juga pulang." dia menggeser tanganku dari kepalanya. "Tuh bisnya dateng."

Benar saja, bis berwarna merah oranye datang.
Aku masuk ke dalamnya dan duduk di bangku paling belakang, dekat jendela.
Kulihat dia melambaikan tangan di tengah guyuran hujan.

"Masuk sana." aku mengisyaratkan dengan bahasa bibir.

Dia mengangguk sambil tersenyum, memamerkan sederetan giginya yang putih.
Sosoknya berkaos putih dengan rambut basah di tengah guyuran hujan terlihat menyilaukan.
Terbesit kekuatiran di benakku, bagaimana kalau dia kebasahan?
Aku mengamati kemeja berwarna merahnya yang masih ada di tanganku dan setengah basah.
Aku menyunggingkan senyum selebar - lebarnya.
Tanpa sadar aku bergumam di tengah suara guyuran hujan...

"He's so cool..."

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-