•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

25. Pernyataan Perang

Aku masih belum bisa melupakan kejadian semalam, saat aku kembali membuka mata.
Ya, pagi ini aku terbangun lebih segar dari biasanya.
Rasanya sejak semalam tidak berhenti aku tersenyum.

Aku merebahkan kembali kepalaku di bantal, dan mencoba flash back apa yang terjadi.
Seusai 'Hujan Bintang' buatan Lexi, aku mengintrogasi Lexi bagaimana dia bisa membuatnya.
Dengan menggunakan bara yang dilontarkan ketapel, dan bantuan tidak kurang dari 20 orang yang berada di atas kapal di tengah laut.
Dengan sukses, semakin bara dilontarkan dengan cepat ke udara, baranya menyala semakin besar.

Aku bangun dan menuju kamar mandi.
Dengan santai, aku mandi air hangat kemudian berendam sebentar di bathtub.
Hari ini kuliahku agak siang, jadi aku masih punya waktu untuk bersantai.
Tapi tetap saja, aku berangkat lebih awal.

Sesampai di kampus, aku duduk di samping gerobak penjual minuman.
Weits jangan salah. Walaupun 'packing'nya gerobak tapi minuman yang dijualnya lumayan berkelas.
Rata - rata adalah cappucinno, moccacinno, chocolate, baik yang dingin maupun panas.
Aku memesan coklat hangat plus brownies disana.

"Jelek...ngampus ga hari ini?" aku mengirim sms kepada Lexi sambil menunggu pesananku.

Kutunggu sekitar sepuluh menit, tidak ada jawaban darinya.
Akhirnya kuhabiskan coklat dan brownies yang kupesan.
Mungkin Lexi masih tidur jam segini.

Aku berjalan ke arah gedung desain melalui jalanan panjang yang ada di sana.
Koridor ini dihiasi oleh tanaman di sisi dekat jalannya.
Pot gantung yang sering membuat kepalaku terbentur ini, tidak bisa dipungkiri memang terlihat asri.
Thanks to it, udara kota besar ini tidak terlalu pengap.

Saat berbelok di dekat gedung hukum, mataku tertuju pada parkiran motor yang terlihat dari sini.
Aku memicingkan mata untuk memastikan aku salah lihat.

"Itu kan...cewek yang..." aku bergumam sambil mencoba mengingat - ingat.

Perempuan yang memakai celana jeans selutut dan tshirt mungil berwarna kuning cerah tersebut celingukan.
Seperti sedang menunggu sesuatu, setiap goyangan kepalanya mengibaskan rambutnya yang coklat halus.
Sambil berusaha mengingat, aku memperlambat langkahku.

Tiba - tiba perempuan itu menatap ke arahku dan langsung bangkit berdiri.
Dia menghampiriku dan memperhatikanku tepat di hadapan.
Ya...tidak salah lagi. Dia Lynnia!
Aduh, gawat...tiba - tiba rasanya tubuhku dingin.
Maaf saja, aku bukannya membenci dia.
Tapi entah mengapa ada dorongan di hati ini yang tidak ingin bertemu dengannya.

"Shelva?" tiba - tiba dia memanggil namaku dengan suara yang...well...manis.

"Iya. Ehem... Iya saya sendiri." aku berdeham dan mencoba menyahut 'tidak kalah manis'nya.

Mendadak dia mengulurkan tangan dan memamerkan senyum.
Entah mengapa saat dia tersenyum, matanya ikut tersenyum berbinar - binar.

"Lynnia." dia memperkenalkan diri.

Aku menyambut jabatan tangannya dengan grogi.
Makin terlintas seribu pertanyaan di kepalaku.
Apa yang sedang kulakukan?

"Can I have a minute? Oh... maksudnya boleh minta waktu sebentar? Aku mau ngomong..." dia meminta dengan wajah yang agak memohon.

Sepasang alisnya yang tertata rapi, ikut turun dan pemandangannya persis anak kucing yang lucu dan tersiram hujan.
Kelihatannya sangat menggemaskan.
Dan dari pancaran matanya sepertinya dia orang yang baik.
Kadar kecurigaanku padanya berkurang.

Aku mengangguk dan mengikuti dia berjalan ke pelataran makan.
Dia duduk di dekat 'gerobak' penjual minuman tempat tadi aku nongkrong.
Penjual minuman itu mengerutkan dahi seolah bergumam 'kok balik? bukannya tadi udah makan brownies disini?'
Tapi dia hanya mengangkat bahu dan melanjutkan membuat minum.

"Milk tea...hangat. Tanpa gula. Cookies almondnya juga ya..." Lyn memesan.

Dia kemudian menoleh padaku seakan bertanya aku ingin memesan apa.

"Ehmm...Royal Milk Tea. Jangan pake gula juga. Ehmm...sama Chocolate Chip Brownies." aku memesan.

Penjual itu mengerutkan kening dan menoleh padaku.

"Non bukannya tadi udah mesan brownis ya?"

Aku memutar bola mata dan mengepalkan tangan.

"Salah orang kali pak. Saya...belom sarapan di sini kok." aku menjawab.

Sambil sedikit melirik Lyn, aku menghela nafas.
Nanti disangka aku makan banyak sekali.
Tapi, masa' aku hanya diam dan duduk melihatnya sarapan di kantin kampusku?
Upss... aku ini kenapa? Kok emosinya mendadak naik turun begini?
Aku baru hendak duduk ketika penjual itu bertanya lagi.

"Royal teh' apa ya non?" dia bertanya dengan polos.

Aku berbalik badan dan menghela nafas panjang.

"Teh madu pak." akhirnya kujelaskan dengan bahasa Indonesia biasa.

Aku duduk di bangku dan tertunduk lemas.
Sambil mengetuk - ngetukkan kaki ke lantai, entah grogi atau salting.
Kuangkat kepala dan menatap Lyn yang sedang memperhatikanku.
Aku langsung membetulkan posisi duduk dan memasang tampang bingung.

"Seblumnya, aku mau minta maaf. I think it's rude...maksudku kasar ngehampirin kamu begini. Please jangan marah ke Alex? I asked him about you...a lot. Aku nanya banyak soal kamu lewat dia..." Lyn memasang tampang 'merasa bersalah'.

Dan menurutku, tidak ada yang perlu dimarahi. 
Aku juga tidak akan marah pada Alex karena memberi tahu bahwa aku anak kampus ini.
Itu hak Alex...atau hak siapapun untuk membicarakan soal aku.
Tapi jujur, wajah Lyn yang memelas dengan mata berkaca - kaca membuatku hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Tadi mau ngomong, apa?" aku membuka topik.

"Hehehe...kamu straightforward banget ya. Ehmm...maksudnya to the point. Nggak suka basa basi." dia menjelaskan panjang lebar.

"Nggak apa, pake bahasa Inggris aja, gue ngerti kok." aku tersenyum garing menanggapi kalimatnya.

Apakah aku terlihat buta Inggris sehingga tiap kalimat bahasa Inggrisnya harus diterjemahkan satu - satu ke bahasa Indonesia?

"First of all, aku perkenalin diri dulu. Aku Lynnia,...Lexi's ex-best friend." dia memulai topik.

"Ex-Best Friend?" aku bingung dengan pernyataannya. "Bukannya...."

"Ya... i know. Before aku jadi pacarnya, aku best friend dia. A gang of three, bareng Alex."

Aku menelan ludah dengan getir. 
Tahu gitu, tidak usah kuprotes saat dia menobatkan dirinya sendiri 'ex-best-friend'.
Okey, aku mulai merasa meteran kekanakanku naik.
Aku tidak suka situasi ini.

"Beberapa hari lalu, Lexi sms aku...." dia bercerita. "He said, aku dan dia bukan teman lagi. Do you have any idea of that?"

Aku mengangkat dagu dan membalasnya dengan senyuman santai.

"Gue yang minta dia untuk itu. Karna sebagai pacar, gue nggak pingin dia kangen - kangenan sama mantannya. I hope you understand that." aku membalasnya sebijak mungkin.

"Look, the thing is... aku dan dia gak benar - benar putus, you know?" Lynn menjelaskan setengah berbisik.

Aku agak terkejut dan menaikkan sebelah alis.

"Nggak putus? Maksudnya?"

"Gini...pas high school graduation, Daddy maksa aku ke Australia untuk kuliah disana. Dan bulan lalu aku graduated...sarjana. Sekarang kembali kesini..."

Kalimatnya yang serius terpotong oleh brownies dan teh yang datang ke meja kami.
Tapi perutku yang sudah kenyang, gantian telingaku yang lapar.
Jadi kembali lagi kupasang pose 'mendengarkan'.

"Sekarang Daddy udah bebasin aku kelola company disini. Secara logis, ini nggak fair untuk kami. Seandainya Daddy nggak maksa, aku mungkin...masih jadi pacarnya."

Aku menelan ludah dan telingaku terasa panas.
Apakah hanya perasaanku, atau memang dia yang lancang berkata seperti itu didepanku?
Secara teknis, aku sekarang pacar Lexi yang sah, ya kan?

"Diantara kami nggak ada kata putus waktu itu. Hanya...See you again and take care." dia melanjutkan sambil menatap kejauhan seakan menerawang pada khayalan nostalgianya sendiri.

"Jadi...intinya?" aku mencoba menarik kesimpulan dari 'curhatan'nya.

"Aku menawarkan...a fair fight. Persaingan sehat." Mendadak tatapannya berubah tajam.

"Persaingan sehat?"

"These are the rules. Give me 1 month. 2 tahun ditebus sebulan agaknya cukup adil. Waktu aku pisah dari Lexi, dia 'terpaksa' melepas aku. Tapi kali ini, in our battle, biarkan dia memilih. So, it's fair right?"

Aku terdiam sejenak dan baru akan membuka mulut untuk menolak ketika flashback melintasi otakku.
Sesungguhnya, kemarin pun aku sempat berpikir bahwa Lexi mungkin tidak akan putus jika mereka tidak terpisah.
Dan apakah aku bisa mempercayai sepenuhnya bahwa Lexi sudah mengenyahkan Lyn dari pikirannya?

"Are you afraid? Tenang, aku gak akan curang. I hate cheating. Bukankah lebih bagus begini, hasil yang kita dapat benar - benar fair and pure atas pilihan Lexi?"

Dengan tololnya, aku mengangguk dan menyetujui kalimat Lyn.
Sejujurnya, mungkin ini satu - satunya cara agar aku bisa lega.
Cara yang beresiko, tapi paling adil.

"Oke, gue terima. Dengan kondisi...kita fair. Kondisinya, gue masih pacar Lexi yang resmi untuk sekarang. Tapi gue nggak melarang dia untuk kontek elo lagi. Hanya untuk sebulan ini...."

"You have my words. Aku udah menduga memang kamu orang yang open-minded dan dewasa. Dibalik badan anak kecil, you're wise." 

Hey hey hey, dia ini memuji atau menghinaku?
Jadi maksudnya badanku masih seperti anak - anak, tidak memiliki sex appeal atau sejenisnya?

"Oh dan satu lagi. Kita nggak mau Lexi tau soal deal ini. Kita nggak mau berpikir dia dijadiin bahan taruhan atau Grand Prize of some fight, don't we? ...Kalau keadaan kita nggak begini, we could be friends, you know? Aku suka orang sperti kamu." mendadak dia berkata begitu.

Dia melambaikan tangan dan menuju parkiran motor setelah menghabiskan teh beserta biskuitnya.
Aku berbalik langkah menuju kelas sambil melangkah lemas.
Agak ngeri membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Bahkan aku tidak percaya tadi ku-iya kan tawarannya.

Haruskah kubatalkan?
Tidak...ini demi ketenangan batin dan menguji keseriusan Lexi.
Ya...memang harus begini caranya.
Aku hanya berdoa semua berjalan sesuai harapan terbaikku.

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-