•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

12. Mr.Nyebelin!

Bis yang kunaiki menuju ke perumahan yang kudatangi 2 hari lalu.
Ya, hari ini adalah giliran berlatih dansa lagi.
Aku turun kemudian berjalan sekitar 5 menit ke rumah Lexi.
Apakah sopan bila aku langsung datang saja seperti ini?
Tapi, bukankah Lexi memang menyuruhku kemari sesuai jadwal latihan?

Kusingkirkan pikiran aneh yang meliputiku, lalu mengulurkan tangan untuk memencet bel.

"Sebentar!" dari dalam terdengar sahutan panjang.

Tidak berapa lama kemudian, pintu pun terbuka.

"Eh, Eva? Kok bisa kemari?"

Ternyata yang membuka pintu adalah Alex.
Sejak perbincangan pagi di kebun belakang, aku memang tidak bertemu lagi dengan Alex.

"Iya, nyari Lexi. Dia ada?"

"Wah...lagi tidur dia. Mau gue bangunin?" Alex menawarkan. "Sini yok masuk dulu."

Aku melangkahkan kaki untuk masuk, kemudian disambut gonggongan keras.
Aku agak kaget dan mundur selangkah melihat seekor anjing Golden Retriever berlari ke arahku.

"Hahaha...kaget ya? Itu Miffy. Yang gue ceritain waktu pagi - pagi. Umurnya 3 taon." Alex bercerita padaku.

Miffy duduk dengan manis di hadapanku sambil menjulurkan lidahnya.
Buntutnya bergoyang, lucu sekali.
Bulunya yang berwarna coklat keemasan dan matanya yang bulat sayu membuat wajahnya terlihat imut.

"Hai Miffy..." aku mengulurkan tangan.

Miffy pun memberikan tangannya, membalas dengan tepukan.

"Wah...! Pinter banget bisa shake hand." aku memujinya.

"Iya, waktu itu sempet disekolahin sebentar. Buat potty train sama basic commands." Alex menjelaskan.

Aku mengelus kepala Miffy dan dia berbaring di rumput memperlihatkan perutnya.
Kuelus perutnya perlahan.
Pasti lucu sekali kalau punya anjing sepintar Miffy.
Tapi papa tidak pernah mengijinkanku memelihara binatang.

"Mau gue bangunin Lexi?" Alex bertanya.

"Ehmm...gue nggak enak juga sih. Soalnya gue kemari belum bilang." kataku.

"Oh, yaudah kalo gitu tunggu dia bangun sendiri aja. Dia tidur udah dari tadi sih, jadi harusnya bentar lagi bangun"

Aku mengangguk dan duduk di bangku kayu yang ada di sana.
Alex mengambil bola yang ada di sana, kemudian berlatih freestyle kick dengan bola sepakbola.
Dia bisa melakukan hat trick, memainkan bola dengan lutut, punggung, dan terlihat sangat ahli.

"Jago banget....elo main bola udah dari kecil?" aku bertanya.

"Hmm...dari SMP kelas 3. Waktu itu gara - gara piala dunia. Dulunya Lexi yang duluan suka sepakbola, lho! Tapi akhirnya dia pindah hati ke basket."

Aku meng-ooo kan panjang dan menoleh pada Miffy yang sedang duduk di rumput, tepat di sebelahku.

"2 hari lalu waktu gue ke sini, kok Miffy nggak ada?"

"Iya, habis gue bawa jalan - jalan ke rumah temen. Dia juga punya anjing Golden jantan. Tadinya mau gue nikahin si Miffy." Alex menjelaskan.

"Berarti sebentar lagi ada anak anjing dong?" aku excited.

"Mana mungkin. Sama - sama betina ternyata. Hahaha..." Alex tertawa hingga konsentrasinya buyar.

Bola yang sedang disundulnya menggelinding ke arahku.

"Ikut main aja yuk sini? Sambil nunggu Lexi bangun..." Alex mengajakku.

Aku meng-iyakan kemudian meletakkan bola di rumput.

"Gue jadi kiper. Ayo kita liat tendangan Christiano Ronaevaldo!" Alex menyemangati layaknya supporter.

Aku tertawa melihat tingkahnya yang bergaya seperti kiper professional.
Kukerahkan setengah tenaga dan menendang ke arahnya.
Ditangkapnya bola yang kutendang dengan mudah.

"Yah...masa cuma segitu tenaganya? Ayo semangatnya..." dia mengembalikan bola ke arahku.

Sekali lagi kutendang lebih keras.
Kali ini hampir dia tidak berhasil menangkapnya.
Tapi aku tidak mampu mengalahkan kecepatan pemain bola sungguhan.
Bolanya masih mampu ditangkap oleh Lexi.

"Better. Tapi, kakinya jangan ditekuk. Biar tenaganya keluar, kaki yang sebelah tetap lurus." dia menjelaskan padaku.

Aku mengangguk dan lanjut mencoba latihan tendangan.
Selama beberapa kali, aku berhasil menjebol 'gawang' yang dijaganya.
Miffy sempat ikut bermain dan mengejar bola yang kuulurkan.
Tapi, sepertinya ini bukan airbud,  sebab Miffy hanya mengendus bola itu kemudian tidak tertarik lagi.

"Ini bola terakhir..." kataku kepadanya.

Kulakukan tendangan sekeras mungkin ke arahnya.
Tapi celakanya, mendadak dia menunduk dan memegang kakinya.
Sepertinya dia tergigit semut.

"Awas!" aku berteriak.

BUKK!! Bola yang kutendang sekeras mungkin itu dengan sukses menghantam kepalanya.
Aku langsung panik dan berlari mendekatinya.
Miffy yang ikut kaget pun menggonggong dengan keras.
Sepertinya kepalanya agak pusing kena bola yang kutendang.

"Alex...sori...Gue nggak sengaja..."

"Hahaha...salah gue nggak perhatiin..." katanya sambil setengah tertawa.

Dia memejamkan mata sambil duduk di atas rumput.
Aku menyibakkan poni yang menutupi dahinya.
Sepertinya bola yang kutendang mengenai pelipisnya.
Buktinya ada tanda merah di sana.

"Sakit ya...?" aku bertanya dengan kuatir.

"Enggak. Cuma pusing..."

Aku merasa bersalah, di rumahnya malah mengenai dahinya dengan bola.
Harusnya aku tidak menendang sekeras itu.
Alex hanya memampangkan senyum selebar mungkin.
Tapi kerutan di alisnya membuatku tahu bahwa pasti rasanya sakit sekali.
Aku menggosok dahinya yang memerah itu.

"Coba kalo gue bawa kamera..." tiba - tiba Alex bergumam.

"Kamera? Buat apa?"

"Mau motret ekspresi elo. Kocak banget. kayak emak - emak ngeliat anaknya jatoh dari sepeda." dia tertawa terbahak - bahak.

Aku ikut tertawa mendengar perumpamaannya.
Setua itukah ekspresiku?
Akhirnya kami berdua saling tertawa meskipun bingung apa yang sedang kita tertawakan.

"Eva!" tiba - tiba Lexi memanggil dari pintu. "Ngapain?"

Aku menoleh dan melihat Lexi sedang berdiri sambil melipat tangan.

"Oh...udah bangun?"

Aku segera bangkit berdiri dan melepaskan tanganku dari jidat Alex.
Kemudian menghampiri Lexi yang mukanya terlihat kucel itu.

"Habis tidur siang?" aku mengomentari rambutnya yang kusut.

"Habis nonton drama romantis." dia menjawab dengan ketus.

Dengan cepat dia berbalik dan menuju lantai atas.
Ada apa dengan orang itu? Mendadak jutek lagi.
Padahal biasanya setiap kuledek dia selalu balas meledek kembali.
Aku hanya mengangkat bahu dan menyusulnya naik.

Di lantai atas, dia berdiri di tengah ruangan dan menatap cermin.
Aku berdiri di sebelahnya.
Ekspresinya galak sekali hari ini.
Apakah karena dia baru saja bangun tidur dan masih ngantuk?

"Kalo masih ngantuk, nggak apa besok aja latiannya..." aku memecahkan kesunyian.

"Nggak. Gue nggak apa."

"Tapi, daripada elo..."

"Gue bilang nggak apa!" dia menjawab dengan nada suara tinggi. "Atau jangan - jangan gue ganggu kesenangan elo sama Alex?"

Aku merenyitkan dahi.
Justru tadi aku mengisi waktu kosong dengan menemani Alex main bola.
Itupun karena dia tidur siang.
Apa sih maunya orang ini?

"Gini yah, terserah elo mikir apa. Yang jelas niat gue tadi nungguin elo bangun. Jadi nggak usah negatif thinking deh!"

"Yaudah, nggak usah berantem lagi. Gue pusing. Langsung mulai aja latiannya." dia memotong dengan cepat.

Lexi memutar musik kemudian mulai membungkuk dan mengajariku berdansa.
Saat kali ini dia menyentuh bagian atas punggungku, tidak terasa geli seperti sebelumnya.
Mungkin karena aku sudah latihan dengan Bu Ellen kemarin, jadi sudah terbiasa?

Beberapa langkah ke kanan dan...

"Aduh!" Lexi mengaduh kesakitan. "Kok nginjek kaki gue sih?"

"Lagian kenapa kaki elo ada di sana?" aku sewot sendiri.

Kami lanjut berdansa, dan saat bagian harus berputar, dia tidak memegang tanganku dengan benar sehingga aku lunglai ke belakang.

"Bukannya di sini mestinya elo megang tangan gue?" aku protes.

"Tangan elo jangan jauh - jauh. Gue nggak sempet ngambil." dia membalas dengan jutek.

Aku mendengus sebal.
Akhirnya itulah yang terjadi sepanjang latihan kami.
Pada sisa 1 jam karena terpotong 'tidur siang' nya, yang kami lakukan hanya bertengkar.

"Elo nggak bisa lembut dikit yah dansanya?" dia memprotesku.

"Maklum lah, gue baru belajar. Lagian, kemaren Bu Ellen nggak banyak protes kayak elo!"

"Terus kalo gue banyak protes, elo mau apa? Nggak suka?"

"Iya! Gue nggak suka. Jadi orang kok marah - marah terus!"

"Elo sendiri juga bawel." dia membalas dengan jutek.

"Ih...makan ati deh! Udah jem 5, gue pulang aja." kataku sambil melepas pegangannya.

Aku berjalan keluar rumah dan turun ke lantai bawah.
Sekilas kulihat dia bukannya minta maaf dan mengejarku, malah duduk diam di lantai.
Menyebalkan!

Sepanjang jalan pulang, tidak henti - hentinya aku menggerutu dalam hati.
Baru sehari kupikir dia adalah orang yang baik, dan ternyata aku salah!
Dia memang tidak pernah bisa lepas dari predikatnya sebagai 'Mr. Nyebelin'.

Sesampai di rumah, aku merebahkan diri di ranjang.
Harusnya tadi kuinjak - injak saja kakinya sampai kram.
Bagaimana bisa dia menghinaku sementara dia sendiri belum sempurna dalam menari?
Setidaknya kulihat dia menari tidak sebagus Bu Ellen.

Mulai besok, aku akan latihan dengan Bu Ellen saja.
Aku tidak mau latihan dengannya lagi.
Daripada setiap menit bersamanya, umurku berkurang 1 hari.

Handphoneku berdering dan ada sms baru yang masuk.

"Sori ya bulet...Jgn ngomel lg  :)  Lo lbih ckep snyum ^ ^"

Ih...sms minta maaf tapi meledekku bulet...?
Apa maksudnya itu?
Tapi, untunglah dia meminta maaf.
Berarti dia sadar bahwa tadi dia salah memarahiku.

"Paan tu ngatain gw bulet? Groar...! Lo sndri ngomel kyk cumi." aku membalas smsnya.

"Mknya sori bngt. Next time ga gtu lgi. Janji. (V)(^(oo)^)(V)"

Aku tertawa terbahak - bahak melihat icon piggy yang sedang 'peace' itu.
Aku sedikit lega dan kekesalanku padanya sudah berkurang.
Huh...harusnya dia tercipta dalam bentuk handphone saja.
Entah kenapa saat dia sms, selalu terbaca lebih enak daripada kata - kata langsungnya.

Ya...mungkin sebenarnya dia tidak seburuk itu.
Kurasa yang salah hanya caranya bicara.
Dan akhirnya sepanjang malam ini yang kulakukan hanya saling tertawa dan mengirim sms hingga mataku terlelap dengan sendirinya.

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-