•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

17. A Deadly Surprise

"Nomor yang anda tuju tidak menjawab...mohon...--pip!-" kumatikan sambungan telponnya.

Aku menghela nafas panjang.
Sudah 2 hari sejak kejadian di pesta dansa itu.
Sejak itu pula, tidak sekalipun Lexi mengangkat telpon dariku.
Aku sudah mengirim sms minta maaf dan aku ingin bertemu dengannya untuk menjelaskan semuanya.
Tapi...tidak ada balasan.

Berarti aku tinggal menggantungkan harapan pada keberuntungan.
Semoga mendadak kami berpapasan tanpa sengaja.
Itupun...kalau dia tidak menghindar dariku.

Kejadian 2 hari lalu masih terekam di otakku.
Bagaikan film yang diputar berulang - ulang, menampilkan wajah Lexi.
Raut wajahnya yang marah...tapi ada kepedihan di dalamnya.

"Bego...kenapa main ambil kesimpulan sendiri sih?" aku bergumam dengan getir.

Kuputuskan untuk melupakan kejadian 2 hari lalu untuk sesaat.
Setidaknya, dengan berada di kelas menggambar seperti ini, pikiranku sedikit teralihkan.
Kupandangi seisi kelas yang sedang sibuk saling berdiskusi sambil menggambar.
Kulirik kertas gambarku yang masih kosong.

Sama sekali tidak ada inspirasi yang muncul.
Berkali - kali yang muncul hanya kejadian 2 hari lalu.
Kenapa sih, kejadian sepele seperti itu bisa membuat pikiranku tidak kunjung tenang seperti ini?

Aku berjalan keluar kelas untuk menghirup udara segar
Berharap mendapat inspirasi untuk mengerjakan tugas.
Memang, kelas desain tidak pernah memiliki peraturan yang ketat
Sepanjang pelajaran, murid boleh berjalan - jalan dan mengobrol.
Bahkan makan dan minum di dalam kelas.

Aku bersender di balkon lantai 5, tempat kelasku berada.
Kupandangi orang - orang yang tampak kecil dari atas.
Pandanganku tertuju pada seorang cewek yang datang menggunakan motor.
Dia memarkir motornya di dekat gerbang.

Motor matic berwarna pink manis.
Sepertinya dia bukan anak kampus ini.
Aku tidak pernah melihat ada mahasiswa yang menggunakan motor seperti itu.
Seluruh motor berwarna baby pink dengan helm yang serasi bermotif burberry kotak - kotak.

Cewek itu berdiri cukup lama di sana dan menenteng helmnya.
Dia mengenakan micro pants, dan t-shirt putih.
Scarf warna mocca yang melingkar di bawah rambutnya yang berwarna coklat bob, membuatnya terlihat manis.
Sekilas, dia mirip artis korea yang sering kulihat di layar kaca.

"Eva..." terdengar suara Frey dari belakang. "Ngelamun terus nih..."

Frey ikut bersandar di balkon denganku.
Aku hanya membalasnya dengan senyum kecil.
Frey seakan bisa membaca pikiranku, hanya menyentuh bahuku.

"Nanti juga kalo tiba waktunya, semua membaik."

"Tapi, kapan? Udah 2 hari dia nyuekin gue, Frey. Gue sms ngajak ketemu nggak digubris."

"Emang sms elo isinya gimana?"

"Ehmm..." aku mencoba mengingat - ingat. "Lex, jangan marah lagi. Gue pingin jelasin. Bisa kita ketemu? Gitu gue smsnya."

"Yah,...jangan gitu dong Va..." Frey menghela nafas. "Mestinya elo bilang. Gue suka banget sama elooo....bukan Alex!! Pasti dibales dah..."

Aku manyun menanggapi candaan Frey.
Sama sekali tidak lucu.
Bagaimana jika nanti Lexi malah menyangka aku...mempermainkannya?
Apalagi aku bukan tipe orang yang mudah mengucapkan kata suka.
Hal itu sama sekali bertentangan dengan kebiasaanku.

"Va,...itu..." Frey menunjuk kebawah. "Lexi...kan?"

Aku langsung menoleh cepat ke arah yang ditunjuk Frey.
Benar sekali. Lexi sedang berjalan ke arah parkiran motor.
Dengan gaya jalannya yang tegap dan menatap lurus ke depan.
Tidak mungkin aku salah orang.

"Gue ke bawah sekarang, mumpung orangnya belom ilang!" aku langsung berseru kepada Frey.

"Va...tunggu! Jangan turun! Dia..."

Kuabaikan kata - kata Frey dan langsung berlari menuruni tangga.
Seakan dikejar waktu yang memburu, aku turun 5 lantai kurang dari 3 menit.
Kulompati 2 - 3 anak tangga sekaligus.
Mengapa aku seperti kesetanan begini? Entahlah..aku juga tidak tahu.

Saat sampai di dekat gerbang, aku berbelok menuju tempat parkiran motor.
Nafasku yang tersengal - sengal tidak kuhiraukan.
Jika bukan sekarang, mungkin besok - besok tidak ada kebetulan seperti ini lagi.
Dari jauh, sudah terlihat punggung Lexi.

Mendadak, langkahku terhenti.
Aku terpaku, tidak bisa bergerak.
Dari jarak 10 meter ini, bisa kulihat dengan jelas Lexi tertawa dengan ceria.
Dan...di lehernya melingkar sepasang lengan cewek.

Ya...cewek yang kulihat dari lantai 5 tadi.
Dengan adegan yang seolah di slow-motion, dia menghambur ke arah Lexi.
Memeluknya agak lama, kemudian melepas pelukannya dan mencubit kedua pipi Lexi.

Kakiku yang menapak ke tanah, hingga ujung jariku terasa dingin.
Aku ingin berbalik dan tidak melihat adegan tersebut,
Tapi aku juga tidak bisa membendung rasa penasaranku untuk melihat apa yang terjadi.

Aku menyingkir ke semak - semak dan mengintip dari balik daun besar.
Kurasa makin hari, makin banyak hal bodoh yang kulakukan.
Sebelumnya, tidak pernah terbayang olehku akan diam - diam melihat seseorang dari jauh seperti ini.
Dan...rasanya di hatiku ada sebuah duri yang menancap.
Rasanya...sesak.

Lexi tampak menggumamkan sesuatu...
Kemudian cewek itu mengangguk dan mereka berjalan, menghilang dari pandangan.

"Va! Elo lari cepet banget!" suara Frey memanggilku. "Gue panggilin nggak bisa ngejar."

Aku menatap Frey tanpa ekspresi.

"Tadi itu siapa ya?" Frey bertanya padaku sambil menatap ke arah tempat tadinya Lexi berdiri.

Aku mengangkat bahu dan berjalan kembali ke kelas.
Bukannya tidak mau menjawab pertanyaan Frey, tapi justru kepalaku digandrungi oleh 1001 pertanyaan.
Pertanyaan yang paling mendasar yang terbesit adalah 'Siapa cewek itu?'

Hingga akhir kelas, bukannya semakin tenang malah pikiranku semakin tidak karuan.
Beruntung tidak lama kemudian dosennya mengijinkan untuk pulang.
Aku membereskan peralatan gambar dan berjalan menuju halte bis bersama Frey.

"Frey...tadi cewek itu kok meluk Lexi akrab gitu ya? Jangan - jangan Lexi udah punya pacar baru..." mendadak aku menggumamkan kalimat tersebut.

"Waduh, jangan cepet - cepet narik kesimpulan. Ketularan Lexi ya, asal nebak? Mending tanya ke dia langsung."

"Gimana caranya gue nanya langsung kalo telpon sama sms gue dicuekin?" aku berkata dengan putus asa.

Akhirnya Frey memilih untuk diam.

"Frey...apa gue samperin ke rumahnya ya?" aku bertanya dengan ragu. "Tapi...gue takut hasilnya nggak seperti yang gue harapin."

"Nggak apa. Setidaknya nggak penasaran. Mau gue temenin?" Frey menawarkan.

"Nggak. Besok gue ke rumahnya sendiri aja. Ini masalah antara gue sama dia doang. Gue nggak mau nyeret - nyeret elo juga."

Aku menuju rumah dengan bis yang biasa kunaiki.
Aku membulatkan tekad untuk menghampirinya besok.
Meski firasatku tidak terlalu percaya diri, tapi keruwetan otakku sudah hampir mencapai batasnya.
Aku hanya berdoa agar besok segalanya berjalan dengan baik.

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-