•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

11. Cool Boy

Aku memegang perutku yang keroncongan.

"Frey...laper berat nih..." aku menggerutu padanya.

"Iya, ini kan kita mau makan. Tinggal beberapa puluh langkah lagi nyampe kantin kok."

Kami masuk ke area kantin dan memilih meja di dekat dinding kaca.
Aku duduk di sofa berwarna hitam yang tidak terlalu empuk itu.
Kulirik sekeliling area kantin tersebut.
Kuputuskan untuk makan gado - gado.

Setelah memesan gado - gado dan jus buah, aku melirik ke arah pintu kantin.
Datanglah Martin dan berjalan ke arah Frey.

"Udah makan?" Frey bertanya kepada Martin.

"Udah tadi. Makan nasi goreng."

Aku memperhatikan mereka yang duduk bersebelahan.
Frey mengeluarkan kotak bekalnya.
Memang, hampir setiap hari dia membawa bekal yang dibuatkan oleh mamanya.
Aku jadi menghela nafas panjang.
Mungkinkah mamaku akan memasak bekal untukku setiap hari, jika mama masih ada?

Sesaat kemudian gado - gado pesananku datang.
Setelah berdoa sebelum makan, aku mulai melahap gado - gado lontong ini.

"Wah...manteb banget gado - gado di sini. Bumbunya manis. Lontongnya gurih." aku memuji makanan yang sedang kulahap itu.

"Lagi ikut wisata kuliner?" Martin meledekku.

"Hahaha...iya tuh. Boleh banget gue kalo bisa jadi presenter wisata kuliner. Tinggal duduk, makan, muji - muji, dibayar lagi!"

"Tapi, elo mesti makan semua jenis makanan lho, Va. Termasuk....makanan pedes." Frey menakut - nakutiku.

Aku langsung bergidik mendengar kata - kata tabu itu.
Ya, diantara semua makanan yang ada di dunia, aku paling benci makan makanan pedas.
Memang sejak kecil aku bermusuhan berat dengan yang namanya rasa pedas.
Entah cabe, lada, wasabi, tabasco, apapun bentuknya, aku membenci makanan pedas.

Aku meneguk jus stroberi campur jeruk yang kupesan saat handphoneku berdering.
Di layar tertera tulisan 'Alexifer is calling'.
Lexi? Untuk apa dia menelponku siang - siang begini di kampus?
Bukankah jadwal latihan dansaku dengannya hanya 2 hari sekali?

"Kenapa Lex?" aku bertanya langsung saat mengangkat telpon.

Frey yang semula sedang bercanda dengan Martin pun langsung mengalihkan pandangannya padaku.
Entah kaget bercampur penasaran, atau malah keduanya.

"Lagi dimana?" Lexi bertanya

"Makan...di kantin. Bareng Frey sama Martin."

Tut..tut...tut...
Telponnya langsung terputus begitu saja.
Sungguh orang yang aneh. Menelpon tanpa tujuan yang jelas.

"Lexi?" Frey bertanya

Aku mengangguk sambil meneguk jus stroberi di dalam gelas.

"Elo ada janji sama dia?" Frey bertanya lagi.

Aku menggeleng masih sambil minum

"Mau ketemuan, ato jalan bareng?"

"Apaan sih Frey...dari tadi juga gue udah jawab..."

"Eva mau nemenin gue latian basket hari ini. Jadi kita nggak kemana - mana." kata suara nge-bass dari belakangku.

Aku langsung menoleh dengan cepat dan Lexi sudah berdiri sambil nyengir kepadaku.

"Kapan gue bilang mau nemenin?" aku langsung membantah.

"Lho, katanya cewe' yang baek tu mesti nemenin pacarnya latian. Biar semangat." Lexi mendekatkan kepalanya ke telingaku kemudian berbisik. "Sekalian mumpung ada Martin."

Aku menghela nafas panjang kemudian menghabiskan jusku yang masih tersisa di gelas.
Jadilah kami berempat menuju lapangan basket indoor tempatku meminta maaf kepada Lexi minggu lalu.

"Eva...will you explain about any of this?" Frey bertanya setengah berbisik.

"Entar gue jelasin." aku menjawab sesingkat mungkin.

Ini pasti mimpi buruk dan gue mesti cepet - cepet bangun.
Terutama saat segerombolan temen - temen Lexi saling bersiul - siul melihatku memasuki lapangan bersama Lexi.
Martin menghampiri Kevin dan ngobrol singkat.
Lexi mengulurkan tasnya kepadaku, kemudian kuletakkan di pangkuan.

Martin memutuskan untuk ikut sparring bersama Kevin dan beberapa teman Lexi yang lain.

"Nah...sekarang udah bisa diceritain?" Frey mengintrogasiku.

"Singkat, padat, dan to the point aja. Selama seminggu ke depan gue bakal pura - pura jadi pacarnya Lexi."

"WHAT?!" Frey melongo lebih longo daripada yang pernah kulihat sebelumnya.

"Udah cukup jelas, kan? Gue diminta dia pura - pura jadi pacarnya."

"Dan,...demi apa kok elo bisa setuju?"

"Atas dasar...kasihan doang. Sekalian balas budi. Kemarin gue udah jahatin dia pas ultah. Gue rasa ini saat yang tepat untuk bales budi."

"Gak usah seminggu, Va...jadiin permanen aja. Gue seneng kok seandainya elo beneran jadian sama dia." Frey cengar cengir.

"Nah, itu makanya gue ngeri cerita ke elo. Yang pura - pura jadian kan' gue. Tapi yang over hepi ketiban rejeki durian runtuh kayaknya elo."33

Kemudian kami tertawa bersama.
Aku menceritakan sepotong soal latihan dansa kemarin di rumahnya.
Frey menanggapi dengan senyum senyum sambil cekikikan.

Entah apa yang dibayangkannya.
Malah Frey sempat ber piwitt-piwit saat kuceritakan Lexi memegang pinggangku.
Sekitar 15 menit kemudian, Martin duduk di sebelah Frey sambil ngos - ngosan.

"Nggak bawa baju ganti, kan? Kok keringetan gini sih?" Frey protes kepada Martin.

"Mumpung ketemu temen lama...eh Va. Cowok lo jago banget mainnya. Mantep." Martin mengacungkan kedua jempolnya.

Frey hanya melirik sambil cengar cengir dengan tatapan 'ciehhhh yang punya cowok...' padaku.
Kubalas dengan pelototan seribu watt untuk membungkam aksi lirikan mautnya.
Mendadak Lexi duduk di undakan tepat di depanku.

"Yank...ambilin minum dong di tas. Haus banget gue." Lexi berkata sambil mencolek lututku.

Aku bergidik mendengar panggilan norak darinya.
Lagi - lagi dia melakukannya.
Padahal aku sudah berpesan dengan sangat jelas, bahwa jangan ada panggilan norak diantara kami.
Kuraih botol air di dalam tasnya, kemudian sengaja kuketok kepalanya dengan botol plastik tersebut.

"Ini airnya, jelek." kubalas dengan jutek.

Lexi mengaduh pelan saat kepalanya berbenturan botol plastik.
Dan aku? Hanya tersenyum puas mengerjainya.

"Wah...mesra banget elo berdua. Gue nggak nyangka ternyata Eva bisa punya pacar. Dari SMA dia tomboy banget. Malahan gue sangka dulu lesbi!"

Lexi tertawa terbahak - bahak kemudian berpaling padaku.

"Berarti, gue cowok pertama yang bisa naklukin hati si tomboy ini dong?"

Dalam hati aku berteriak keras - keras "IN YOUR DREAMS!"
Tapi kupaksakan tersenyum kemudian menunjuk lapangan basket yang sudah hampir penuh lagi.

"Sana, lanjutin LATIHAN gih." kataku dengan nada yang ditekan dan ekspresi segalak yang kubisa.

Lexi berdiri dan masuk kembali ke lapangan.
Aku menghela nafas panjang.
Baru hari kedua aku pura - pura jadi pacarnya, tapi lihatlah apa yang sudah dia lakukan : Mencoba membuatku darah tinggi!
Memang sih, sikapnya sudah jauh lebih baik dari pertama kali bertemu.
Aku masih ingat tatapannya yang sok dan seolah merendahkan orang lain itu.
Tapi sekarang, malah kelewat gombal, bikin illfeel!

"Tapi...syukurlah ternyata dia pacar elo." Martin tiba - tiba berkata padaku. "Maaf waktu itu gue salah sangka. Tadinya gue pikir dia ngincer Frey. Ternyata waktu itu dia deketin Frey buat nyomblangin ke elo."

Frey melirik padaku sambil mengangkat bahu dan memutuskan untuk tidak berkomentar.
Dalam hati, aku merasa tenang karena tujuan awal kepura - puraan ini berhasil.
Martin sudah berhasil percaya bahwa Frey dan Lexi tidak ada hubungan apapun.

"Ya iya lah, makanya elo juga belajar percaya dong sama pacar sendiri." aku memprotes. "Dari SMA bawaannya posesif mulu."

"Habisnya gimana. Frey terlalu baek ke semua orang sih. Sampe - sampe nggak sadar diam - diam serigala berbulu domba alias cowok yang mau PDKT juga diladenin!"

"Kok jadi gue dibawa - bawa?" Frey protes. "Katanya udah gak curigaan lagi sama gue."

"Ya tapi kan barusan Eva yang mulai ngebahas." Martin membalas protesnya.

Aku mengalihkan pandangan dari kedua temanku itu.
Jika sudah begini ceritanya, pasti mereka akan berdebat lama sekali.
Saling jotos pendapat, hingga akhirnya salah satu ada yang kecapekan dan menyerah.
Kadang aku juga bingung mengapa mereka bisa awet sampai 3 tahun dengan keadaan yang seperti itu.

Tapi di sanalah lucunya mereka.
Tidak seperti kebanyakan pasangan yang terlalu 'hot' dan saat berantem pun terlalu lebay, hingga akhirnya saat putus 'depresi'.
Frey dan Martin menjalani hubungan mereka dengan santai.
Kurasa aku sedikit iri di bagian itu.

Saat kupandangi Lexi yang sedang melakukan shoot 3 point dengan sukses, tanpa sadar aku menepuk tangan.
Lexi dari kejauhan pun melambaikan tangan dan tersenyum manis padaku.
Teman - temannya cengar cengir kuda dan membuatku baru sadar tentang apa yang baru saja kulakukan.

Ini sih namanya seperti pacaran sungguhan!
Untuk apa aku menyoraki dia berlatih basket?
Bukankah aku cuma disuruh menemani?

Tapi...memang harus kuakui dia memang jago.
Dia selalu berhasil melewati block dan menerima passing dengan baik.
Bahkan dengan tingginya, dia berhasil melompat dan melakukan slam dunk.

Setiap kali berhasil memasukkan bola, dia pasti melambai kepadaku
Atau minimal tersenyum dengan bangga.
Yah, setidaknya untuk hari ini tidak apalah aku menyemangatinya.
Berperan sebagai 'pacar yang baik'.

Seusai latihan, Lexi menuju ruang bilas untuk mandi dan berganti pakaian.
Salah satu fasilitas di kampusku ini adalah ruang bilas.
Memang, kampus yang unggul di bidang olahraga ini sepertinya memperlakukan unit olahraga seperti anak emas.
Lapangan indoor, kolam renang, lapangan tenis, sampai meja pingpong juga ada di sini.
Hanya 1 olahraga yang tidak ada : catur.

Lexi keluar dari ruang bilas menenteng 2 buah helm.
Helm yang satu berwarna biru muda dengan kaca mika berwarna biru di depannya.
Dia menyodorkan helm tersebut padaku.

"Nih, buat elo."

Aku memandangi helm bermotif bulat bulat retro itu dan mengamatinya dengan seksama.

"Baru?" aku bertanya.

"Iya, baru gue beli kemarin."

"Buat apa?"

"Ya buat elo lah. Kan tadi gue udah bilang."

"Maksud gue, ngapain beli helm buat gue? Gue kan nggak bisa naek motor." aku bertanya dengan polos.

"Ya buat boncengan bareng gue lah. Kalo dihadang polisi gara - gara nggak pake helm, ribet urusannya."

Aku menggeleng sambil berdecak.

"Ckckck....emang beda orang kaya. Masa cuma seminggu pake beli helm baru segala? Gue juga bisa kok pulang naik bis sendiri."

"Ya udah diterima aja sih, nggak usah pake protes." dia menjawab dengan sebal.

Aku mengalah dan mengikutinya ke tempat parkiran motor.
Setelah mengeluarkan motor, kupakai helm itu dan motor pun melaju keluar area kampus.

"Pas nggak helmnya?" dia bertanya padaku.

"Pas. Kenapa emangnya?"

"Takut salah beli ukuran. Soalnya seinget gue pas megang kepala elo, ya rada gede."

"Maksudnya gede?" aku bingung.

"Kepala elo gede." dia menjawab sambil tertawa terbahak - bahak.

Kupukul punggungnya dengan pelan dari belakang.
Seenaknya saja dia menghina ukuran kepalaku.
Justru menurut mitos yang beredar, ukuran kepala besar menentukan kecerdasan seseorang.
Tapi, rajin sekali dia sampai mengamati ukuran kepalaku.
Padahal dia baru 2 kali menyentuh kepalaku.
Atau lebih tepatnya mengacak - acak rambutku.

Sesampai di rumah, aku langsung mandi kemudian merebahkan diriku di ranjang.
Sudah lama aku tidak nongkrong diluar rumah hingga sore.
Terakhir kali adalah saat aku SMA, menonton pensi sekolah.
Hmm....bagaimana kabar teman - teman SMAku ya?

Handphoneku berdering tanda sms masuk.
Kulirik layar yang menunjukkan 1 sms baru.

"Udh nympe rmh? Jgn lupa mkn mlem. Bibi rmh gw ga msak (T_T) hiks..."

Sms sok imut itu tidak lain adalah dari Lexi.
Aku mengkerutkan dahi kemudian membalas sms tersebut.

"Dah dr tdi. Msh sore gni masa mkn mlem? Msak sndri lah klo laper. Tapi klo delivery, bagi2 yh."

Aku tertawa kecil membaca smsku sendiri.
Tidak lama kemudian, ada sms balasan dari Lexi.

"Klo delivry ke rmh u, 5 mtor jg ga ckup. U mknnya byk kan? RofL. U doyan mkn ap si emng?"

Aku cemberut membaca balasannya.
Selalu beginilah Lexi. Tidak jauh - jauh dari ledekan untukku.
Kupikirkan sesaat...selama ini tidak ada makanan khusus yang kusukai.
Aku bisa makan hampir semua makanan.

"Gw suka apapun kcuali mknan PEDES. Hate them! Fav : Chocolate...maybe?" kubalas smsnya.

"Ga prcaya. Biasany org galak paling doyan pedes, kan? :D Suka yg manis2? How about caramel?"

"Kta sapa gw galak? Grrr...!"

"Tuh kan...psti lg mlotot. Sensinya kluar ih :p bweeee... "

Aku tertawa membaca balasan sms darinya.
Bila kuamati, memang aku sering galak padanya.
Habisnya, entah mengapa setiap tingkah kecil darinya selalu memancing rasa kesalku.

Akhirnya sepanjang malam kami saling berkirim sms.
Dia bercerita banyak soal jaman SMAnya yang sering bikin masalah,
Dan katanya sih, dia baru pacaran 1 kali. Percaya nggak sih?

Tapi, seiring percakapan dengannya banyak hal menarik yang kutemukan darinya.
Seorang Lexi...ternyata tidak selamanya menyebalkan
Hehehe...

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-