•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

26. Hujan Tak Selalu Indah

"Alex, ngajak kita berdua ke taman hiburan..." tiba - tiba Lexi berkata padaku di telpon.

"Taman hiburan? Kok bisa?" aku agak terkejut.

"Iya, bulet mao ikut?" Lexi bertanya.

"Sama siapa aja? Bertiga?"

"Alex bilang dia ngajak orang jadi berempat."

"Oh, okey kalo gitu. Kapan perginya?" 

"Ehmm...sekarang. Gue jemput yah?" Lexi berkata kemudian menutup telpon.

Wah, gawat. Aku baru saja bangun dan belum bersiap apapun.
Langsung aku lompat ke kamar mandi dan mandi kilat.
Tidak sempat membuat air hangat, aku mandi dengan air dingin.
Agak menggigil sih, diterpa air dingin saat baru melek.

Setelah itu aku memakai tshirt v-neck dan celana pendek.
Sepertinya kami akan banyak berjalan - jalan di taman hiburan.
Jadi kukenakan sesuatu yang nyaman, misalnya sepatu converse.
Aku mengambil botol minum dan beberapa cemilan dari lemari.

Beberapa saat kemudian, aku menuju ke depan rumah.
Lexi sudah ada di sana, menenteng helm.
Setelah menutup pintu, aku duduk di bagian belakang motor dan memakai helm.

"Tas isinya apaan?" Lexi bingung.

"Sedikit...bekal. Sama baju ganti" 

"Ngapain bawa? Beli aja disana."

"Hah? Beli disana kan' mahal... aku menyahut."

"Emang bawa apaan?" Lexi bertanya agak penasaran.

"Chips...cola..."

"Wah, karna semuanya makanan yang gue suka, jadi kali ini gue maklumin." katanya dengan gaya sok bijak.

Aku hanya tertawa dan menjitak pelan helmnya.
Dia memegang tanganku yang tadi menjitaknya dan melingkarkan di pinggangnya.
Aku agak canggung namun akhirnya mengulurkan tangan sebelah lagi untuk merangkul pinggangnya.
Sebelumnya saat dibonceng aku hanya memegang bagian belakang motor.

Senyum kecil mengembang di bibirku.
Akhirnya sepanjang jalan kami tidak mengobrol banyak.
Tapi jalanan panjang yang kami lewati...aku menghayati setiap detiknya.

Sesampai di dekat taman hiburan, Alex sudah menunggu.
Dia duduk diatas motor dengan seorang cewek berambut panjang berdiri di sebelahnya, membelakangi kami.
Alex melambaikan tangan kepada kami.
Motor kami berhenti di samping motor Alex.

"Elo bawa cewe?" Lexi bertanya agak takjub kepada Alex.

"Itu..."

Perempuan itu berbalik badan.
Aku agak terkejut sampai membatu beberapa detik.
Lyn? Kenapa dia bisa ada di sini?
Dan itu...jelas kemarin kulihat rambutnya masih bob, sekarang sudah panjang sepinggang?

Lyn baru akan menyapa ketika melirik tanganku yang melingkar di pinggang Lexi.
Entah mengapa tatapannya jadi sayu.
Akupun salah tingkah kemudian melepaskan tanganku dan turun dari motor.
Kulirik Lexi. Wajahnya lebih kaku daripada aku. 
Sepertinya dia sama sekali tidak menyangka.

"Kalian lama banget datengnya..." Lyn berkata dengan nada suara...err...manja?

"Oh, iya. Tadi jemput Eva dulu." Lexi seperti tersadar dari lamunannya.

"Lyn bilang mau jalan bareng, kayak jaman SMA. Mumpung dia baru balik kesini." Alex menjelaskan. "Masuk yuk?"

Kami berempat akhirnya masuk ke taman hiburan setelah memarkir motor.
Aku mengeluarkan dompet di pintu masuk, sebelum seseorang menepuk pundakku.
Aku menoleh dan Lyn berdiri di sana.

"Aku ngikut beneran untuk reunion doang kok. Pasti kamu a little bit shocked aku mendadak ikut."

Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapi kalimatnya.
Akhirnya aku hanya mengangguk dan lanjut masuk ke antrian.

"Lexi nggak bakal suka kalo kamu bayar. He's a gentleman. He will pay everything." lagi - lagi Lyn berbisik.

Aku menoleh kepada Lexi yang sudah keluar dari antrian dan memegang 4 karcis di tangannya.
Aku menghampirinya dan melirik karcis tersebut.

"Elo nraktir gue' nih ceritanya?" aku meledek.

Lexi mengacak - acak rambutku.
Untuk sesaat, dia menatapku gemas.

"Iya lah bulet. Kan' gue tuan rumahnya."

"Lho, bukannya Alex yang punya acara?"

"Kan' gue yang paling tua." dia mencari alasan.

"Kalo tua sih emang...." aku meledek sambil menjulurkan lidah.

Kami berdua tertawa kemudian berkumpul lagi dengan Alex dan Lyn.
Kami masuk ke pintu melewati gerbang dan mendapat cap di tangan.

"Bulet, sini." Lexi mengambil tangan kiriku.

Dia menempelkan punggung tangannya di punggung tanganku.
Setelah dilepas, ternyata capnya menempel.

"Yahhh...kan jadi ada cap dua - duanya." kataku sambil manyun.

"Maunya dimana? Di pipi? Ato jidat?"

Aku hanya mendengus dan lanjut berjalan.
Wahana yang ada di depan mata kami adalah kapal ayun.
Untuk mengawali hari, sepertinya paling baik adalah wahana kapal ayun.
Aku memang tidak takut pada wahana yang memacu adrenalin.

Setelah naik kapal ayun, kami naik ke kincir angin raksasa.
Karena bukan hari libur, taman hiburan tidak terlalu ramai.
Saat kincir berada di puncak, putarannya terhenti.

Angin berhembus sangat kencang.
Aku bisa melihat pantai tempat biasa aku dan Lexi datangi.
Orang - orang terlihat seperti semut dari atas.
Saat mataku menatap lurus, kulihat Lyn yang rambut coklatnya tertiup angin.

Sekilas tampak sambungan rambut dari ring di dekat akarnya.
Ternyata rambut panjangnya extension. 
Semula kupikir dia menggunakan wig.

"Lamunin apa?" Lexi yang duduk di sebelahku bertanya.

"Nggak...rambut...eh maksudnya."

Karena agak tersentak, aku jadi mengucapkan apa yang sedang kupikirkan.
Aduh, jadi ketahuan' deh aku sedang memperhatikan rambut Lyn.
Aku jadi malu sendiri. Rasanya kurang sopan.

"Eh iya, kok rambut kamu disambung Lyn?" Alex memecah kesunyian.

Apakah aku yang salah dengar, atau memang Alex memanggil Lyn dengan sebutan aku-kamu?

"Kan' buat reuni kita bertiga. Jadi aku pikir sekalian back to old look." Lyn menyahut dengan ceria. "I really miss our High school. Kamu sering muji rambut panjangku waktu kita jadian, kan?"

Mendadak Lyn menoleh ke arah Lexi.
Lexi pun sepertinya kaget dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Lyn.
Dia kemudian berdeham dan membetulkan posisi duduknya.

"Aaaahhh...dari dulu Lexi terus. Mending sama aku aja. Muka kita kan' sama." Lagi - lagi Alex jadi penyelamat.

"Absolutely no. Kamu terlalu baik. I need a bad boy, not a good boy."

"I can be bad." Alex menaikkan sebelah alisnya.

"Not bad enough." Lyn tetap menolak.

Alex hanya menanggapinya dengan tawa garing.
Aku dan Lexi? Menatap dengan bingung.
Sepertinya keadaan mulai mencair diantara kami.
Semula aku berprasangka sedikit buruk bahwa Lexi akan jadi grogi dan kaku karena kehadiran Lyn.

Malah sempat terpikir akan seperti di sinetron jahat.
Lyn akan sok merangkul Lexi dan pamer di depanku bahwa mereka pernah akrab.
Tapi kenyataannya dia akrab - akrab saja dengan Lexi.
Kincir yang kami naiki sudah sampai kembali di tanah.
Kami berempat turun dari sana.

"Eh, gue sama Eva misah bentar ya. Sejam lagi ketemu di wahana Starwars." mendadak Lexi berkata sambil menggandengku pergi.

Aku mengikut saja tanpa berbalik ke belakang.
Kami duduk di taman yang berbangku.
Letaknya dekat dengan wahana jet coaster.
Lexi duduk dan menyuruhku duduk di sebelahnya.

"Nggak apa kita misah?" aku bertanya kuatir.

"Kan; cuma sejam. Gue laper sih, pingin makan buatan elo." Lexi menyunggingkan senyum.

"Kan bisa makan rame - rame..."

"Jangan, nanti pada ngiri gue punya pacar perhatian yang masakannya enak. Belom lagi kalo mereka minta bagi. Nggak rela."

Aku tertawa lega.
Entah mengapa kalimat candaan singkatnya terdengar manis di telingaku.
Aku senang sekali Lexi memperlakukanku seperti ini.
Membuatku merasa berarti.

Aku mengeluarkan bekal dan menyerahkan kotak makan padanya.
Aku sendiri makan bagianku.
Dalam waktu singkat, tandas semua makanan yang kubawa.

"Wah, laper apa doyan?" aku bertanya takjub.

Makananku sendiri masih ada setengah porsi.

"Enak masakan si bulet ini. Diem - diem jago masak nih." Lexi memujiku.

Aku tersipu - sipu dan menghabiskan makananku sendiri.
Selama ini, aku hanya masak untuk kumakan sendiri, jadi tidak pernah memikirkan rasa.
Asalkan sesuai seleraku, aku sudah cukup puas.



Jam baru berlalu 30 menit.
Kami hanya duduk - duduk dan menatap wahana jet coaster yang berputar.
Terdengar teriakan histeris dari kejauhan.

"Maaf ya bulet." tiba - tiba Lexi berkata. "Gue sama sekali nggak tau kalo Lyn ikut."

Aku menatap ekspresi Lexi yang seperti merasa bersalah.
Kelihatannya muram tapi tidak bisa berbuat apapun.

"Nggak apa. Gue nggak marah kok. Lagian, setelah gue pikir - pikir Lyn anaknya baek."

Lexi tampak terkejut kemudian memegang dahiku.
Dia meletakkan sebelah tangannya di dahinya sendiri.

"Wah,...lagi konslet ya otaknya? Waktu itu ngamuk - ngamuk kok sekarang jadi murah hati?"

Aku mendengus dan menepis tangannya.
Kubalas dengan cubitan pipi di kiri dan kanan.

"Waktu itu yang bikin gue keki, bukan karna elo contact sama dia. Tapi cara elo kontek sama dia, Jelekkkk..."

"Gimaha ehangnya? (gimana emangnya?)" Lexi bertanya sambil pipinya masih kutarik.

Aku melepaskan cubitanku.

"Ya...waktu elo bilang masih kangen dia...gue ngerasa sedih aja. Seolah...hati elo kebagi bukan cuma untuk gue..."

Mendadak kubungkam mulutku sendiri.
Aih, aku jadi mengatakan hal memalukan.
Kenapa aku terlihat cengeng begini di depan dia?
Bisa - bisa nanti dia terpikir aku terlalu posesif dan cengeng...
Diluar dugaan, Lexi malah memelukku dari samping.

"Diliatin orang..." aku mencoba melepaskan pelukannya.

"Maaf..."

"Iya, waktu itu kan udah minta maaf." aku meronta.

"Tetap aja. Gue merasa pernah nge gores kenangan jelek buat elo. Tapi percaya sama gue, sekarang ini cuma elo yang gue sayang."

Aku terdiam dan berhenti meronta.
Apakah ini saat yang tepat untuk menanyakan kepastian perasaannya?
Jika begitu, aku tidak usah mengikuti permainan Lyn lebih jauh lagi.
Tapi, bukankah itu namanya curang...dan hasilnya tetap belum tentu membuatku lega?

"Tentang Lyn...gimana perasaan elo,...ke dia?" akhirnya aku bertanya.

Lexi melepaskan pelukanku dan menatap dengan bingung.

"Maksudnya?"

"Ya...apakah...ehmm...elo masih sayang atau.." aku berusaha memperjelas.

"Elo nggak percaya sama gue?" Lexi bertanya agak terkejut.

"Nggak, bukan gitu. Gue cuma pingin tau seberapa jauh persaingan ini. Eh maksudnya..."

Aduh, lagi - lagi aku mengatakan hal bodoh.
Kenapa yang terpikir di kepalaku malah kalimat itu sih?
Lexi kan tidak tahu bahwa aku dan Lyn sedang bertarung memperebutkan perasaan Lexi.

"Eva..." Lexi memanggil sambil menatap lurus ke dalam mataku. "Elo harus percaya satu hal ini. Bahwa apapun yang gue rasain ke dia, saat ini hanya elo yang paling berarti untuk gue."

Aku mengangguk dalam ragu.
Jawabannya sama sekali tidak menjawab pertanyaanku!
Ataukah mungkin dia tidak berani menjawab yang sebenarnya?
'Paling' berarti? Apakah itu artinya dia masih ada perasaan pada Lyn hanya saja untukku lebih besar?

Kuputuskan untuk berhenti memikirkan hal yang membuat kepalaku semakin ruwet.
Kuganti topik pembicaraan kami jadi seputar kampus.
Seputar taman hiburan, dan wahana - wahana yang ada.
Hingga waktu berlalu sejam, dan kami berjalan ke wahana Star Wars.

Lexi dan Lyn sudah berdiri di sana sambil ngemil kentang goreng.
Sepertinya dibeli oleh mereka di McD yang ada di dekat sana.

"Kalian nggak makan?" Lyn bertanya saat kami sampai.

"Tadi udah. Eva masak buat kami berdua." Lexi menyahut sambil tangannya masih menggandeng jari - jariku.

Dapat kulihat dari sudut matanya, dia melirik ke arah tangan kami.
Akhirnya kami berempat berjalan menuju wajana Doll's Palace.
Pada wahana itu, kami hanya duduk di atas perahu.
Perahu itu melaju melewati boneka - boneka dari berbagai negara.

Saat keluar dari Doll's Palace tenyata hujan mengguyur deras.
Kami berempat tercengang melihat hujan yang mengguyur dengan deras.
Padahal baru saja kami masuk 15 menit yang lalu langitnya cerah.

"Yah...hujan." aku menggerutu.

"Bawa payung ngga?" Lexi bertanya.

"Nggak bawa. Gimana nih jadinya?"

"Lari aja yuk sampe ke tempat berteduh?" Alex mengusulkan.

"Lari? Hujan begini?" Lyn memprotes.

"Daripada stuck disini. Kita balik ke McD aja duduk disana."

Kami berempat saling pandang, barulah setelah itu Alex mulai maju dan berlari.
Diikuti oleh Lyn yang berusaha mengikut.
Aku berlari di depan Lexi.

Jalan ke McD cukup panjang.
Saat melewati danau yang melebar dan menyebrang jembatan, mendadak dari jauh kulihat Lyn terpeleset.
Tanpa aba - aba, dia masuk ke danau!
Aku yang kaget langsung menghampiri.

Tapi dari belakang ada yang menghampiri lebih cepat
Lexi mendadak berlari dan mengulurkan tangan kepada Lyn.
Ketika berhasil mengangkat Lyn dari air, dia merangkul Lyn yang sedikit tersedak air.

Aku terdiam menatap adegan di hadapanku.
Lyn basah sekujur tubuhnya dan menggigil di tengah hujan.
Tapi Lexi langsung menggandeng Lyn ke tempat berteduh.
Aku dan Alex mengikuti tanpa berkata apapun.

Akhirnya kami sampai ke McD dan duduk di luar, dibawah tenda besar.
Lexi membuka kemeja yang melapisi tshirtnya, kemudian digunakan untuk mengeringkan rambut Lyn yang basah.
Aku hanya menggigit bibir dan melihat ke langit.
Aku duduk membelakangi Lexi dan menunduk.

Rasanya seperti ada luka yang menganga di dadaku.
Aku mengerti, memang tadi keadaannya cukup gawat.
Bahwa Lyn terjatuh ke dalam danau di tengah hujan.
Tapi rasanya...ada sesuatu yang membuatku tidak rela melihat pemandangan itu.

Bahwa terlihat jelas dari matanya, Lexi sangat kuatir.
Melihatnya, aku jadi tahu satu hal.
Lexi secara refleks...tanpa disadarinya, masih memperhatikan Lyn.
Sampai rela basah sekujur tubuhnya.

Air mata mengalir mendadak.
Dadaku terasa panas.
Duh, tidak seharusnya aku menangis seperti ini.
Gawat...bisa - bisa nanti mereka semua bingung.

"Eva, ayuk beli kopi." tiba - tiba sebuah tangan menuntunku.

Aku langsung berdiri dan mengikut.
Ternyata Alex yang mengajakku.
Segera dengan sebelah tangan lagi, aku menghapus air mata.
Kami sampai di depan counter McD.

Tapi kemudian Alex tidak berhenti.
Dia malah melanjutkan langkahnya dan mengajakku keluar dari pintu samping
Arahnya berlawanan arah dengan pintu masuk kami.

"Lho, nggak jadi beli kopi?" aku bertanya bingung dengan suara sedikit sembab.

"Nggak jadi..."

Kami sampai di pintu sebelah McD, dekat toilet.
Ada undakan panjang yang letaknya menghadap bagian belakang gedung.
Alex duduk di sana dan menyuruhku duduk di sebelahnya.
Suasana menjadi sunyi diantara kami.

"Jangan sedih lagi..." Alex berkata pelan.

Aku hanya menatap bingung.

"Siapa yang sedih?" aku masih menyangkal.

"Hmm...mentang - mentang jalan di tengah hujan memangnya gue nggak bisa liat kalo lo nangis?"

Aku terdiam seribu bahasa mendengar pertanyaannya yang to the point.

"Gue cuma kaget aja...tadi..." kalimatku terhenti oleh air mata yang menetes lagi. "Sori, suasana jadi nggak enak..."

"Elo boleh nangis sepuasnya di depan gue. Anggep aja...gue tisu buat lo." Alex berkata sambil tersenyum.

Aku tertawa sedikit mendengar penghiburannya.

"Di tengah ujan kayak tadi, Lexi nggak ragu langsung ngibrit buat nolongin Lyn, nggak peduli badannya basah. Setelah itu...langsung ninggalin gue gitu aja untuk berteduh. Salah nggak sih' kalo gue sedih?" aku bertanya.

"Gue nggak ngerti harus komentar apa. Yang jelas, kalo itu terjadi sama gue...gue pasti bakal sama sedihnya kayak elo."

Aku mengadah menatap hujan di langit.
Tetesan air yang jatuh ke tanah, seolah mewakili air mataku yang tidak mampu mengalir deras.
Mendadak kepalaku dipegang.
Saat aku menoleh, Alex sedang mengelus kepalaku dan menghiburku.

Senyum lembutnya....persis senyum Lexi.
Tapi matanya terlihat sedih.
Seolah ada kepedihan di sana.
Aku tersenyum dengan pahit.

Seandainya yang menghiburku adalah Lexi...betapa bahagianya.
Tapi kenyataannya toh Lexi sedang mengkuatirkan orang lain.
Bukan aku.
Langit berhenti menurunkan hujan beberapa saat kemudian.

"Al, gue boleh pulang duluan nggak? Gue lagi nggak pingin balik kesana."

"Gue anterin ya." Alex langsung berjalan menuju pintu keluar.

"Eh, jangan. Entar mereka gimana dong, cuma berdua?" aku berkata tidak rela.

Alex berhenti dan membalik badan menatapku.
Kemudian dia tertawa dan menggeleng - gelengkan kepala.

"Dengan keadaan basah kuyup gitu, mana mungkin mereka lanjut main? Pasti habis ini juga pulang. Udah, tenang aja."

"Tapi..."

"Ooh, jadi elo mau balik kesana aja?"

Aku menggeleng kuat - kuat dan akhirnya berjalan di depan Alex menuju pintu keluar.
Alex mengikutiku dan berjalan di sebelahku.
Tanah yang masih sedikit basah sehabis hujan menebarkan wangi rumput.

Tapi, perlahan - lahan matahari menampakkan dirinya dibalik awan.
Ya...setiap hujan pasti pada akhirnya matahari tetap muncul.
Dan untuk kali ini, matahari yang menguapkan hujan di mataku adalah Alex...

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-