•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

24. When You Wish Upon A Star

Aku menatap diriku sendiri di cermin.
Yah...lumayanlah.
Mungkin tidak sebagus saat didandani langsung oleh Frey.
Tapi setidaknya, dengan meniru caranya mendadaniku waktu itu, aku sudah terlihat sedikit lebih cantik.

Aku duduk di atas kursi dan menatap layar handphone.
Belum ada sms dari Lexi.
Dia berjanji akan menjemputku pukul 7.

Tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil berhenti di depan rumahku.
Aku ingat persis; itu mobil Lexi.
Aku segera turun dan menghampirinya di depan pagar.
Aku masuk ke dalam mobil dan duduk manis di sana.

"Frey di dalem?" Lexi bertanya.

"Ha? Kenapa nanya gitu?" aku bingung.

"Lho, biasanya yang dandanin elo kan Frey..."

Aku lengsung mencibir.

"Gue dandan sendiri tau..."

Lexi agak terkejut kemudian langsung mengganti ekspresi.

"Wah...cakepnya si bulett... hehehe. Udah jadi cewek beneran nih."

Kemudian mobil melaju dan meninggalkan daerah perumahanku.
Sepanjang jalan, aku hanya memperhatikan lampu - lampu gedung yang berpendar di tengah malam.
Sekitar 15 menit kemudian, daerah sekeliling berubah jadi tanah - tanah kosong.
Tidak tampak lagi gedung - gedung tinggi.

Kemudian kami menepi dan masuk ke parkiran mobil.
Saat keluar dari mobil, aku mencium bau yang tidak asing.
Bau asin....laut.
Kemudian kami turun dari mobil dan masuk ke dalam salah satu pintu yang ada di sana.

Jalannya agak kecil, dan sedikit berbelok.
Tapi saat sampai di tempatnya, terlihat meja yang bersusun diatas lantai kayu.
Tanpa tembok yang mengelilingi, tepat dibawah lantai kayu ini adalah laut.
Langit - langit diatas meja seolah bertabur bintang, dihiasi kelap kelip lampu.

Aku terkesima sesaat melihat setiap meja yang dihiasi oleh lilin di dalam gelas.
Lexi menuntunku untuk duduk di meja yang tepat terdapat di pinggir.
Angin laut berhembus pelan dan samar - samar dari kejauhan terlihat bintang.

"Suka tempatnya?" Lexi bertanya.

Aku mengangguk dengan cepat.

"Suka banget. Gue baru pertama kali ke tempat begini..." aku bergumam sambil terus memperhatikan lampu - lampu yang menggantung di langit - langit.

Tangan Lexi maju dan meraih jemariku.

"Cuma orang yang gue sayang yang bakal gue ajak ke sini..."

Aku merasa grogi.
Kemeja biru kotak - kotak yang dipakainya, bersama celana panjang berwarna hitam terlihat samar.
Cahaya lilin yang berpendar sekilas memantul di matanya.
Mata yang berwarna coklat dan hangat itu, membuatku meleleh.

"Pak Alexifer? Silakan ini pesanannya..." Mendadak seorang pramusaji memecah lamunanku.

Dia menaruh sepiring steak di hadapanku dan spagetti di hadapan Lexi.
Kemudian dia menaruh caramel frappe masing - masing untuk kami berdua.
Di tengah meja, ditaruhnya chicken wings dan chips dengan mayonnaise.

"Elo kapan pesen nya?" aku bertanya.

"Tadi, lewat telpon. Elo nggak suka ya menu nya?" dia bertanya dengan cemas.

"Suka kok. makanya gue bingung kok elo bisa tau kesukaan gue."

Lexi hanya tertawa misterius dan mengambil alat makan.
Kami mulai makan sambil sesekali tertawa karena obrolan dan candaan.
Aku baru tahu bahwa Lexi lahir lebih dulu dibanding Alex.
Ketika umur 7 tahun, ibunya meninggalkan mereka berdua.

Lexi tidak pernah tahu sebabnya sampai sekarang.
Yang jelas, setiap kali ditanya ayahnya hanya bungkam.
Aku juga memutuskan untuk tidak membahas hal tersebut di hadapannya.

Seusai menyantap steak, Lexi memesan banana split untuknya sendiri dan memesan eskrim coklat untukku.

"Elo suka coklat kan?" dia bertanya.

Aku mengangguk senang karena dia ingat kesukaanku.

"Kok elo hapal banget makanan kesukaan gue, eskrim kesukaan gue, hal - hal yang gue suka..."

"Karena bagi gue, elo penting." dia menjawab lagi - lagi sambil 'memamerkan' sepasang matanya yang berbinar.

"Gombal." aku menjawab sambil tertawa.

"Va..." Lexi memanggilku.

Aku mengangkat kepala sambil mengangkat alis seolah bertanya 'apa?'

"Gue sayang elo..."

aku bungkam dan menggigit bibirku sendiri.
Kenapa suasananya mendadak jadi 'mellow' begini?
Aku menarik nafas dan membalasnya dengan senyuman.

"Gue juga sayang elo.." jawabku pelan

Kali ini, untuk pertama kalinya aku membalasnya dengan sebuah jawaban.
Dan tebak apa yang terjadi?
Lexi nyengir lebaaaar sekali!
Rasanya seperti giginya akan meloncat keluar.

"Baru kali ini elo bilang sayang ke gue. Mesti dirayain nih..." Lexi meledek.

Akhirnya kami tertawa bersama dan memandangi langit malam yang gemerlap.

"I still have something for you..." katanya sambil menuntunku berdiri dengan tangannya.

Kami berjalan menuju ke dermaga yang terletak beberapa puluh meter dari sana.
Di atas deretan papan kayu yang menjorok ke laut, Lexi duduk.
Kakinya berayun melayang diatas permukaan laut.
Aku berusaha duduk dengan susah payah karena rok yang kukenakan ini takut terinjak.

"Tau lagunya "When You Wish Upon A Star" ga?" Lexi bertanya padaku.

"Hmm...nggak tau. Lagu apa itu?"

Lexi mendadak bernyanyi.

"When you wish upon a star...makes no difference who you are...when you wish upon a star, your dreams will come true..." dia bernyanyi dengan suara yang merdu.

"Wah, gue ngak tau suara elo bagus." kataku agak terkejut.

"Ini bagian paling asiknya. Sekarang tutup mata...make a wish." Dia mengisyaratkan padaku.

Aku agak bingung, tapi berusaha mengikuti instruksinya.
Dalam hati aku berbisik...hmm...semoga aku bisa terus bahagia.
Ya, hal pertama yang terlintas di kepalaku adalah kebahagiaan.
Aku tidak berharap agar jadi kaya, cantik, atau yang lainnya.

Tapi apapun bentuk anugrah dari Tuhan, asalkan aku jadi bahagia karenanya, itu sudah cukup.
Oh, yang kedua sebenarnya aku berharap agar Lexi bisa berbaikan dengan mamanya.
Aku mengerti bagaimana rasanya kesepian tanpa seorang ibu.
Yang terakhir...aku ingin agar bisa selalu bersama dengan orang - orang yang kusayang.
Papa...Frey...dan Lexi.

"Udah?" Lexi bertanya dan memecah lamunanku.

"Udah." aku membuka mata dan menoleh pada Lexi.

"Wishing nggak lengkap tanpa...bintangnya. Nengok ke sana deh." Lexi menunjuk arah ke tengah laut.

Aku memicingkan mata dalam gelap malam.
Di depanku hanya terhampar laut tanpa ujung.
Tiba - tiba sebuah sinar kelap kelip dari kejauhan menyala.
Sinar yang tadinya kecil, mendadak terang.

Di sebelah sebelahnya muncul juga sinar - sinar kecil yang kelap kelip.
Dengan cepat sinar itu naik ke langit, dan sesampai di langit dia kembali jatuh dan tenggelam ke dalam air laut.
Tidak kurang dari seratus sinar beterbangan di depan mataku.
Aku terdiam tanpa sepatah katapun.

"Lex,...itu.."

"Ssst...make a wish aja." Lexi merangkul bahuku sambil ikut menyaksikan 'hujan bintang' di depan mata kami.

Seolah sesuatu yang hangat mengalir di dalam dadaku.
Aku begitu terkesan sampai lidahku terasa kelu untuk berkomentar sepatah katapun.
Lexi...terlalu manis dan romantis untuk kuungkapkan dengan kata - kata.
Entah keajaiban macam apa yang dilakukannya, tapi di hadapanku aku melihat sesuatu yang sangat indah.

Bagai ratusan bintang menghujani laut, seakan mengantar permohonanku jadi kenyataan.
Dan Lexi adalah malaikat yang mengantarkan bintang - bintang itu padaku...

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-