•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Monday, July 25, 2011

5. Panic! At The Corridor

Sejauh ini, usahaku untuk menjauhi 'si kembar pembawa masalah' berhasil.
Setiap kali hampir berpapasan di kampus, aku mengambil jalan memutar dan menghindarinya sejauh mungkin.
Aku sudah berpesan kepada Frey untuk tidak memberikan nomor handphoneku kepada siapapun diantara mereka berdua.
Ya,...hidupku selama seminggu ini sangat tenang.


Aku sedang berlari dengan cepat ke arah tempat fotokopi ketika kulewati lapangan sepakbola.
Sepertinya unit sepakbola sedang latihan di sana.
Kupercepat langkahku untuk menghindari kejadian yang tidak kuinginkan.
Namun di samping lapangan, berdirilah sosok yang tidak ingin kutemui.


"Shelva..."


Yella memanggilku sambil berjalan mendekat.


"Gue...mesti buru - buru fotokopi. Sori." jawabku cepat sambil berjalan melewatinya.


"Gue minta maaf."


Langkahku terhenti mendengar kalimatnya.


"Gue bukan ceweknya Alex. Maaf udah kasar ke elo."


Aku membalikkan badan dan melihatnya yang mencoba tersenyum dengan perasaan bersalah.
Bila dilihat seperti ini, dia hanyalah orang biasa yang sama sepertiku.
Wajahnya pun tidak tampak judes seperti waktu itu.


"Gue udah maafin dan lupain hal itu. Tapi, gue sekarang udah nggak mau berhubungan dengan apapun tentang si kembar itu." jawabku cepat.


Yella hanya mengangguk dan kembali menatap lapangan.


"5 tahun gue suka sama Alex. Gue juga kuliah di kampus ini biar bisa ketemu dia. Tapi...nggak pernah sekalipun dia nganter gue pulang." Yella bercerita pendek.


Aku terdiam seribu bahasa menghadapi Yella yang mendadak 'curhat' padaku.
Bila kutaruh posisi di tempatnya, memang menyakitkan sepertinya.
Menunggu selama 5 tahun untuk disukai, dan suatu hari melihat cowok yang disukai mengantar cewek lain pulang.


Kugelengkan kepala menepis pikiran iba ini.
Toh kisah cintanya tidak ada hubungannya denganku.


"Gue cuma bisa bilang semangat, dan good luck." kataku singkat.


Aku melanjutkan jalan ke tempat yang menyediakan jasa fotokopi.
Sembari mengopi tugas yang akan kubuat, kulihat Martin. 
Dia adalah temanku sejak SMA sekaligus pacar Frey.
Dia bukan anak kampus sini. Jadi, pasti kedatangannya kemari untuk mencari Frey.
Kupanggil Martin dengan tepukan pelan di bahunya.


"Tin! Nyari Frey ya?" aku bertanya.


"Eh, kebetulan ketemu elo. Iya, gue nyari Frey. Elo sekelas kan sama dia? Gue mau ngajak dia nonton...buat surprise." 


"Semua mata kuliah bareng dia kok. Ikut gue aja yuk ke kelas." ajakku padanya.


Kami berjalan ke gedung desain sambil ngobrol singkat.
Sejak SMA Frey dan Martin sudah jadian. Mereka adalah pasangan paling populer di sekolah.
Aku, sebagai teman terdekat Frey mungkin sudah dianggap saudara oleh Martin.


"Gimana kuliah elo? Masuk Hukum kan?" tanyaku basa basi.


"Iya. Calon pengacara nih." katanya sambil membanggakan diri.


"Masih lama banget, kali. Setau gue, kuliah hukum minimal 5 taon. Keburu tua dulu lo, baru jadi pengacara." ledekku padanya.


Kami sampai di lorong kelas saat kulihat dari kejauhan Frey sedang mengobrol dengan Lexi.
Frey berada di ujung lorong dan membelakangi kami berdua.
Frey dan Lexi ngobrol sambil tertawa - tawa.
Kulirik Martin yang ekspresinya mengeras.


"Siapa tuh?" dia bertanya padaku.


"Anak angkatan atas...psikologi." jawabku.


"Oh...elo kenal? Siapa namanya?"


"Lexi."


"Hmm...kayaknya akrab banget sama Frey." Nada cemburu terdengar dari kalimat Martin.


Kuperhatikan Frey yang berdiri sambil melipat tangan dan sesekali merapikan rambutnya.
Mendadak, Lexi memegang pundak Frey dan menepuknya.
Kemudian Frey mengacungkan jempol kepada Lexi.
Mereka tertawa dengan sangat bahagia.


"Oh ow...." aku bergumam sepelan mungkin.


Sejak dulu, Martin memang sosok cowok paling pencemburu yang pernah kukenal.
Maklum, pacarnya adalah Frey; idola para cowok.
Meskipun aku tahu Frey tipe yang setia, tapi kadang kedekatan Frey cukup membuat Martin panas.


Seperti yang kuduga, Martin maju dan menghampiri Frey.
Aku menyusul secepat yang kubisa. Tapi Martin sudah terlebih dahulu berdiri di belakang Frey.


"Hai. Asik banget nih ngobrolnya?" Martin bertanya jutek.


Frey membalikkan badan dan menampakkan ekspresi kaget sekaget - kagetnya.


"Martin? Kok di sini?"


Lexi pun ikut celingukan. Ketika matanya bertemu dengan mataku, dia menundukkan kepala.
Aku pun membuang muka dan berusaha tidak menganggap kehadirannya di sana.


"Tadinya sih aku pingin ngajak kamu nonton... Tapi kamu lagi sibuk ngobrol sama anak angkatan atas ya?"


Nada bicara Martin semakin dingin seperti es batu.
Frey menurunkan alis dengan tatapan 'hopeless' kepadaku.


"Martin...ehmm...Frey cuma nemenin Lexi ngobrol bentar sambil nunggu gue balik." kataku dengan cepat.


"Maksudnya?"


"Ya...Lexi itu temen gue. Bukan temennya Frey." aku membela Frey dengan cepat.


"Ohh...." Martin meng-ooh kan panjang.


Uhh....melihat situasi seperti ini, jelas saja pernyataanku barusan sangat tidak meyakinkan.


"Kita nonton ber 4 aja yuk!" aku mengajak tanpa pikir panjang.


Aku berjalan mendekati Lexi kemudian berbisik dengan suara sekecil mungkin.


"Buat hari ini, kita damai dulu. Plis, bantuin gue. Ikut nonton yah, daripada mereka berdua ribut?" aku meminta.


Lexi mengangguk dengan bloon, tanda setuju.


Kutatap Frey yang tidak mampu berkata apapun, dan Martin yang masih merenyitkan dahi.
Sepertinya rekor minggu tenangku berakhir di hari ke 8.
Kutahan nafas dan menguatkan hati.
Sambil berdoa semoga tidak ada hal buruk terjadi hari ini.

No comments:

Post a Comment

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-