•●♥ About FeiwenZ ♥●•
Born at Jakarta in 1992.
A designer who loves music, games, and internet-friendly.
Great fan of Cinnamoroll cartoon character published by Sanrio.
Creative, fast learner, cheerful, hardworker, and friendly are 5 words to describe her.
Graduated in 2009 from Budi Mulia Senior High School.
Then, she took Design major in Tarumanagara University until present.
She finds experience by working freelance as a designer, photographer, and writer. She took part time jobs since High school as a Freelance Sales and Product Consultant.

Tuesday, August 2, 2011

31. Final Chapter - Now And Forever

Aku masuk ke dalam mobil setelah memastikan semua pakaianku sudah masuk ke dalam koper.
Sisa barang - barang kami yang lain sudah dikirim lewat agen pindahan rumah.
Aku menoleh pada papa yang sudah duduk terlebih dahulu di bagian belakang taksi.
Papa tersenyum padaku kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke jalanan.

Taksi perlahan melaju ke bandara.
Aku mengamati selama mungkin, jalanan yang sudah kukenali selama 18 tahun ini.
Dalam hitungan jam, aku akan meninggalkan tempat ini.
Dalam hitungan jam, aku akan memulai lembar baru hidupku bersama papa.

Kupejamkan mata sambil mengingat segala hal indah yang pernah terjadi di kota ini.
Kuperhatikan pohon yang tumbuh di pekarangan kami.
Dulu aku sering berkhayal memiliki rumah pohon.
Hingga aku menyadari bahwa pohon apel tidak cukup kuat untuk menyangga sebuah rumah pohon.

Jalanan tempat aku belajar sepeda, walau pada akhirnya tetap tidak bisa mengendarainya,
Pagar tempat Lexi tertidur menungguku keluar,
Seberang jalan tempat mobilnya diparkir saat hendak menjemputku.
Aku menggelengkan kepala dan membuang pikiran itu jauh - jauh.

Setelah perjalanan panjang, taksi kami sampai di bandara.
Aku turun dan menarik koper besar berwarna merah milikku.
Koper papa berwarna hitam dan ukurannya lebih kecil dari punyaku.
Papa berjalan tepat di sebelahku.

Baru kusadari, tinggi papa tidak berbeda jauh dariku.
Dari kerutan di wajahnya, sepertinya papa kurang istirahat semalam.
Apakah papa juga gelisah sepertiku?

"Kita di gate 12. Kamu tunggu sini ya, papa mau ngurus keperluan disana."

Papa meletakkan koper dekat bangku panjang.
Aku duduk di bangku itu dan menyandarkan koperku di sebelahnya.
Bandara tidak terlalu dipadati orang hari ini.
Mengingat jam sudah malam, dan tidak sedang musim liburan.

Pasti tidak banyak orang yang berencana untuk keluar negri.
Dan mungkin hanya aku yang berencana untuk pergi meninggalkan kota ini.
Aku menghela nafas panjang.
Handphoneku berdering.

"Eva? Dimana?" terdengar suara Frey dari telpon.

"Oh, deket kafe....pintu utara." aku menjawab.

"Oke, gue kesana sekarang."

Telpon ditutup oleh Frey.
Baru kupikirkan lagi, apakah setelah aku pergi Frey akan merindukanku?
Aku tidak akan menemukan teman sepertinya lagi di belahan negara lain.
Tidak ada lagi keisengan dia,

Saat aku sedih pun pasti akan lebih sulit untuk curhat jarak jauh.
Tidak ada lagi pertandingan makan eskrim,
Menggosipkan kakak kelas keren,
Dihukum di kelas bersama karena terlalu banyak ngobrol.

"Eva." suara Frey memecah lamunanku.

Aku menoleh ke belakang dan Frey sudah berdiri di sana.
Dan...ternyata dia membawa Martin serta Alex ikut serta.
Oh, ada Lyn juga disana.
Aku sama sekali tidak menyangka bahwa Lyn akan ikut mengantarku pergi.

Aku langsung bangkit dan merangkul Frey.
Dia pun merangkulku erat.

"I'm going to miss you. A lot." Frey berkata dengan nada getir. "Janji, jangan pernah sekalipun absen messengeran. Minimal sms."

Aku mengangguk.
Duh, mataku mulai digenangi oleh air.
Rasanya berat sekali berpisah darinya.
Frey pun tampak sangat sedih hingga menyembunyikan wajahnya dengan membalik badan.

Aku menoleh pada Alex dan Lyn yang sedang berdiri di belakang Frey.
Alex maju ke hadapanku dan memberikan secarik amplop padaku.

"Ini, baca di pesawat." dia berpesan.

"Emang isinya apa?" aku bertanya.

"You will know when you read it." Lyn menimpali pertanyaanku.

Aku menganggukkan kepala dan menoleh pada Martin.

"Nggak ada gue, elo mesti jagain Frey ya."

"Nggak usah disuruh juga, udah amanat gue untuk jagain dia..." Martin merangkul Frey yang berdiri di sebelahnya.

Aku tersenyum lega.
Setidaknya Frey akan punya tempat untuk bersandar saat dia kesepian.

"Eva...ayo ke pintunya." suara papa berseru dari belakangku. "Eh, teman - temanmu udah datang."

"Oom, Eva-nya nggak boleh disini aja?" Frey meminta dengan mata berkaca - kaca.

"Maaf ya, Frey. Oom juga maunya nggak pindah dari sini dan misahin Eva dari kalian. Tapi, yakinlah oom bakal bawa dia kemari sesering liburan. Terima kasih udah jagain Eva selama disini, nemenin 

dan jadi temen - temen Eva yang baik ya. Oom berterima kasih."

Setelah saling bertatapan, aku menarik koper dan berjalan menuju ke gate 12.
Setelah menyerahkan tiket kepada petugas, aku dan papa berjalan sepanjang koridor menuju pesawat.
Aku sempat menoleh dan melihat mereka semua sedang melambaikan tangan padaku.
Akupun tidak kuat menahan tangis namun tetap berusaha tersenyum.

Sampai di dalam pesawat, aku duduk di bangku yang tertulis di dalam tiket.
Bangku yang kudapat tepat berada di samping jendela.
Bisa kulihat langit malam yang cerah seakan turut mengantar kepergianku.
Aku menghela nafas panjang.
Ternyata sampai akhir pun Lexi tidak muncul walau hanya untuk mengantar kepergianku.


Aku teringat pada surat yang diberikan oleh Alex tadi padaku.
Kubuka amplop yang berisi secarik kertas di dalamnya.

Dear Eva...
Sekuntum bunga matahari di tengah padang rumput.
Begitulah gue mengibaratkan elo.
Selama 4 hari ini, kita hampir selalu bareng.
Satu hal yang harus elo tau sebelum elo berangkat adalah...
Lexi sayang banget sama elo.
Bukannya dia nggak menginginkan elo untuk ada di samping dia.
Justru karna dia ingin yang terbaik bagi lo, jadi dia merelakan elo pergi.
Dia nggak mau menahan kepergian elo, dan bikin elo memilih antara dia atau bokap lo sendiri.
Mungkin elo bakal marah sama gue setelah ini.
Tapi gue selalu menghantui elo selama 4 hari ini yaitu atas permintaan dia.
Lexi minta gue untuk jagain elo dan selalu bikin elo senyum, selagi dia nggak ada.
Lexi selama seminggu ini...


"Permisi pak. Sepertinya putri anda bermasalah tiketnya." mendadak seorang pramugari menghampiri papa.

Papa tampak bingung dan menatapku.
Aku mengalihkan pandangan dari surat dan menatap pramugari itu.
Kumasukkan surat itu ke dalam saku celana.

"Eva ke bagian tiket sebentar deh pa. Mungkin salah paham." aku bangkit dari bangku.

Aku berjalan kembali ke pintu masuk pesawat.
Setelah menyibakkan tirai merah yang membatasi antara koridor dan pintu pesawat, aku diam terpaku.
Koridor panjang yang tidak berdinding itu, memperlihatkan jelas pemandangan sekitar.
Kelap kelip kecil, melayang di sepanjang koridor.

Ratusan, bahkan ribuan cahaya kelap kelip beterbangan memenuhi udara.
Aku yakin tidak melihatnya saat tadi masuk menuju pesawat.
Saat kuperhatikan dari dekat, ternyata kunang - kunang!
Ya...firefliesl atau kunang - kunang yang jumlahnya tidak terbayangkan.

Aku terpaku selama beberapa detik, sebelum sosok pria yang muncul dari tikungan berdiri dan menatapku.
Senyum lembut mengembang dari wajahnya.
Dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuah buket mawar merah, dan sekotak CD.
Lexi berjalan maju dan menyerahkan buket itu padaku.
Saking speechlessnya, tidak sepatah katapun mampu keluar dari mulutku.

"Maaf ya...seminggu ini ngilang." dia menampakkan wajah bersalah.

Aku kesal! Kesal sekaligus senang.
Saking senangnya, aku sampai tidak bisa menahan emosiku sendiri.
Aku memukulnya. Kupukul badannya berkali - kali.
Tangis mengalir dari mataku.

"Jahat...jahat...kenapa baru sekarang muncul? Kenapa seminggu ini nyuekin terus?! Gue pikir elo nggak peduli sama gue lagi... Gue pikir..."

Lexi langsung menarikku ke dalam pelukannya.

"Denger nggak detak jantung ini?" Lexi bertanya dengan lembut. "Gimana mungkin nggak peduli...kalau setiap kali dia berdetak, nyebutin nama Shelva?"

Lexi melepaskan telingaku dari dadanya.
Dia menempelkan dahinya di dahiku.

"Dan seandainya bisa baca pikiran...otak ini nggak berenti mikirin eva seorang..."

Tangisku berkurang, hanya jadi sesengukan.

"Sekarang, kita nggak hanya liat. bintang jatuh... seperti waktu di pantai. Sekarang kita berdiri disini....di tengah ratusan bintang.... Nggak mau make a wish?"

"Waktu di pantai, gue udah memohon agar bahagia... dan sekarang udah terkabul..."

"Hmm...tapi gue masih ada permohonan yang belom terkabul..."

"Apa?" aku bertanya.

Lexi maju dan mendekatkan wajahnya padaku.
Perlahan, namun lembut dia mengecupkan bibirnya di dahiku, di kedua pipiku, dan yang terakhir di bibirku.
Untuk sepersekian detik, aku menutup kedua mata.
Seperti listrik yang menyengat seluruh sel otakku.

Tidak bisa kugambarkan dengan kata - kata, betapa sebuah kecupan darinya bisa mematikan dan mengosongkan pikiranku.
Seketika, seperti bumi yang kupijak mengambang.
Rasa hangat menjalar di hatiku
.
Kurasakan tangan kanannya mengambil tangan kiriku yang tidak memegang bunga dan CD darinya.
Setelah melepaskan bibirnya, dia meraih sebuah benda dari sakunya.
Disematkannya sebuah cincin berwarna perak berkilauan di jari manisku.
Aku terpaku dan menatap jari manisku.

Lexi menekuk lutut kanannya dan bersimpuh di koridor.
Ditemani pemandangan langit yang penuh kelap kelip dari kunang - kunang...
Lexi terlihat jauh lebih berkilauan.

"Shelva...will you be mine, now and forever? Nggak peduli seberapa jauh jarak misahin kita?"

Hah?! Dalam keadaan seperti ini dia malah melamarku?!
Jantungku belum siap menerima sengatan yang lebih daripada ini.
Tapi...hatiku tidak mampu berbohong lagi.
Tidak ada alasan bagiku untuk berkata tidak.

"Asalkan janji satu hal..."

"Anything for you." Lexi menyanggupi dengan mantap.

"Jangan...pernah menghilang lagi." aku meminta.

"I swear."

Aku tersenyum bahagia kemudian mengangguk.

"Kalau begitu, mulai sekarang jagain gue baik - baik ya..." aku berpesan.

Lexi tersenyum lebaaaar sekali.
Ekspresinya sangat senang kemudian dia langsung bangkit berdiri.
Untuk terakhir kalinya, dia mencium dahiku dan melepasku dengan sebuah senyum lebar.
Saat aku berbalik untuk masuk pesawat, aku terhenti dan menghadapnya kembali.

"Terus, kemarin kok nyuekin gue seminggu penuh?! Kata Alex, sms dan telponan terus. Sama siapa? Ngaku!" aku mengintrogasinya.

"Itu...semingguan tiap malem gue ngumpulin ini." katanya sambil menunjuk mahluk berkilauan yang terbang di sekeliling.

"Ngumpulin??"

"Iya...gue minta tolong temen - temen, hunting ke berbagai tempat jauh. Nyari info, telpon sana sini, ngumpulin sebanyak ini..." dia menjawab. "Liat nih...tangan bentol - bentol semua digigit nyamuk hutan..."

Lexi merajuk manja sambil memperlihatkan lengannya yang terdapat banyak sekali gigitan nyamuk.

"Tapi nggak mesti nyuekin juga, kan?"

"Itu...emang belom baca surat dari Alex?"

"He? Belom selesai...kepotong di bagian akhir... sampe ...'Lexi selama seminggu ini...'"

Aku mengeluarkan surat dari kantongku dan membaca lanjutannya.

Lexi selama seminggu ini sibuk nyiapin kejutan buat elo.
Dan dengan ngilang, dia pingin nge test satu hal...bahwa dia bener - bener berarti buat elo.
Bahwa elo bener - bener serius sayang sama dia.
Terbukti kan, dia ilang seminggu elo nyariin dia, kangenin dia setengah mati?
Dan, elo sama sekali nggak kepancing dengan segala jenis jurus gue untuk ngedeketin elo?
Hahaha...
Yaudah, semoga bahagia bareng dia ya.
P.S. Gue yakin yang bisa bikin elo bahagia cuma Lexi. Saat balik lagi kesini, harus menyandang status 'kakak ipar' gue ya! 

Seusai membaca surat itu aku mengerutkan dahi.

"Huhh......childlish dehhhh....masa pake nge-test segalaa??" aku ngambek.

"Sendirinya juga pake tanding bareng Lyn... mau ngetest gue kan?" Lexi meledek.

"Kok bisa tau??" aku panik.

"Dia sendiri yang ngaku ke gue. Hahaha... " Lexi mencubit pipiku. "Jadi kita impas sekarang, oke?"

Kami tertawa bersama, kemudian aku masuk ke dalam pesawat.
Tepat setelah itu, pesawat lepas landas.
Aku memandang kumpulan kunang - kunang yang semakin terlihat kecil saat pesawat terbang semakin tinggi.
Kuhirup wangi buket mawar yang berada di tanganku, dan sepotong kertas yang tersemat di dalamnya.

...Until the day the ocean doesn't touch the sand
Now and forever, I will be your man...

2 comments:

  1. wow:matabelo:
    ts manis ternyata:genit:
    maaf ditrit udah salah manggil pake "agan":malu:
    --
    salken..:shakehand:
    ane brekele_boys @kaskus :cool:

    ReplyDelete
  2. Hahaha...makasi pujiannya. Namanya juga kaskus, uda biasa sala manggil.
    Asal face 2 face jangan dipanggil 'Mas' juga.
    :matabelo: :ngakaks:

    ReplyDelete

I'm looking forward to your comments and critics so I can make a better blog in the future. Thx a Lot. G.B.U.-Fei-